Kamis, 20 Desember 2012

tentang manusia-manusia kini

sudah terlau banyak orang-orang arogan. yang merasa dirinya paling hebat dan paling benar. sudah terlalu banyak orang yang tidak menjaga amanah. memanfaatkan sebuah kepercayaan hanya untuk sebuah eksistensi belaka. sudah terlalu banyak orang egois, yang menganggap kepentingannya adalah yang paling penting sendiri. sudah banyak manusia berhati baja, yang alpha dengan keadaan kaum-kaum terpinggirkan. sudah terlalu banyak manusia yang hanya mementingkan kepentingan kelompok. sudah terlalu banyak manusia yang mengenali manusia lain dengan tidak menggunakan nurani, semua hanya berdasar masalah kepentingan.

sudah terlalu banyak.....

rasanya ingin meledak saja. tapi tetap saja tidak bisa merubah apapun. dengan bersembunyi di balik buku-buku pun rasanya suara-suara sumbang di lapangan masih sangat terdengar dengan jelas. kehidupan memang mengajari banyak hal. kadang kita menjadi merasa setengah nasionalis, setengah sosialis, setengah melankolis, atau justru setengah materialistis. mungkin kita belajar materialistis dari Marx. bahwa yang patut diperjuangkan adalah hal-hal yang bersifat keduniawian. hal-hal yang mempunyai wujud, bukan sesuatu yang abstrak. makanya sekarang nggak jamannya lagi berlomba-lomba dalam berkebaikan, melainkan sekarang ini, jamannya berlomba-lomba dalam menunjukkan keberadaan dan pengakuan dari orang.

barangkali, apa yang dikatakan ronggo warsito benar. ini namanya jaman edan!

Senin, 26 November 2012

Sisi lain kota kolonial : yang tersisa dari sumbangsih perempuan di Batavia

Sejak awal pembentukannya sebagai kota, Batavia dijadikan pusat penguasa kolonial di Hindia Belanda. Konfigurasi penduduk beserta wilayah pemukimannya sudah berkiblat pada bentuk kemajemukan. Kebiijakan kolonial menetapkan bahwa wilayah-wilayah tertentu dipakai untuk pemukiman penduduk sesuai asal daerahnya. Ada tiga cirri yang perlu diperhatikan untuk dapat memahami struktur ruang lingkup sosiol kota kolonial, yaitu budaya, teknologi dan struktur kekusaan kolonial . Yang patut dicatat dalam usaha Belanda untuk merubah wajah kota adalah adanya Modernisasi di kota Batavia. Modernisasi menjadi hal yang tidak dapat ditawarlagi karena Belanda sengaja ingin menciptakan sebuah kota yang mirip dengan kampong halamannya. Tidak hanya fisiknya saja yang berubah, namu modernisasi yang dibawa dari Belanda juga ikut mempengaruhi gaya hidup sehari-hari masyarakat perkotaan.

Modernisasi yang dibawa Belanda, justru memunculkan budaya baru. Lazimnya, budaya yang muncul pada kota kolonial disebut dengan kebudayaan indis. Budaya ini masih dapat ditemui pada beberapa bangunan yang tersisa dari masa kolonial. Tidak hanya dari sisi arsitektur saja, budaya indis masih dapat dilihat dari mode pakaian atau dari masakan. Tetapi, orang kemudian lupa, bagaimana sebuah kebudayaan bisa muncul, berkembang dan mampu hidup dengan orang-orang masa kini. Sebelum, budaya indis itu muncul, terdapat interaksi yang melibatkan kaum perempuan. Bukan berarti yang melahirkan budaya indis adalah kaum perempuan, hanya saja, perempuan mempunyai peran yang penting dalam terjadinya interaksi antara budaya kolonial dengan budaya pribumi. Interaksi ini menjadi sebuah awal bagaimana sebuah kebudayaan itu saling bertukar unsur atau justru saling bersentuhan.

Pada abad ke 19, sebagian besar laki-laki eropa dan Cina tidak menikahi perempuan lokal yang memiliki hubungan seksual dengan mereka, tapi hubungan seks di luar nikah dan pergundikan sepertinya lebih lazim terjadi. Prostitusi diakui terjadi secara resmi melalui system yang terkendali. Memelihara nyai atau pengurus rumah merupakan hal yang dapat diterima dalam komunitas Eropa dan Cina. Hubungan semacam ini memang tidak pernah disebut-sebut dalam masyarakat Batavia kelas atas, tapi secara tidak resmi hubungan ini dianggap lazim. Banyak tentara eropa tidak mampu menikahi perempuan Eropa, namun mereka memiliki hubungan yang stabil dengan para nyai. Hal ini dianggap lebih baik daripada mereka mengunjungi rumah bordil. Lagipula, dengan cara ini mereka dapat mempelajari bahasa melayu yang merupakan unsur penting dalam hubungan bisnis dan resmi di Batavia. Perempuan-perempuan lokal yang terlibat dalam pergundikan sangat berpengaruh dalam memperkenalkan tradisi-tradisi lokal kepada tuan mereka. Pada saat yang sama, mereka bertindak sebagai perantara budaya dalam masyarakat hindia belanda di Batavia.

Walaupun mereka tidak bisa menikahi tuan-tuan asing mereka, atau terpaksa meninggalkan pelayanan ketika tuan-tuan asing ini kembali ke kampung halamannya, menikah di tempat lain, atau memberhentikan mereka karena mengandung anak yang tidak diinginkan, para nyai biasanya mendirikan bisnis sendiri atau mencari suami baru dari etnis lain dan memperkenalkan gaya hidup baru yang mereka dapatkan dari hubungan pergundikan. Seorang bangsawan Jawa yang berkunjung ke Batavia pada 1869 beranggapan bahwa orang Indonesia di kota ini telah dipengaruhi oleh kebiasaan asing, seperti menggunakan meja dan kursi . Selain menjadi gundik, perempuan pribumi juga dijadikan juru masak, pengasuh anak dan penjahit memberikan pengaruh yang cukup besar dalam terjadinya percampuran budaya Belanda dengan budaya pribumi. Juru masak umumnya mampu menyediakan masakan pribumi juga masakan Eropa. Pada abad 19, rijsttafel menjadi makanan sehari-hari. Para pengasuh berbicara dengan anak-anak Eropa dalam bahasa Melayu, mengajarkan lagu, dan cerita rakyat, serta membesarkan anak dengan cara yang mereka ketahui. Peran para perempuan sebagai pemersatu terlihat jelas disini. Perempuan Eropa atau para gundik menggunakan cenderung menggunakan kebaya putih dengan tepi berenda, sedangkan kebaya perempuan pribumi memiliki ujung runcing, sarung batik mereka pun mempunyai pola tersendiri. Jika peran perempuan pribumi hanya sebatas pada pekerjaan rumah tangga saja, Perempuan- perempuan Eurasia telah menulis buku panduan rumahtangga yang diterbitkan di akhir abad ke-19 mengenai resep masakan dan obat-obatan Hindia.

Kehadiran orang belanda di Batavia disadari telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat

Terciptanya sebuah budaya indis tidak terlepas dari peran seniman, arsitek, cendekiawan, rohaniawan dari negri Belanda. (Tetapi, hal ini tidak lantas mengabaikan peran dari pribumi,( dalam bahasan ini perempuan) setempat. Perempuan adalah perantara yang memungkinkan pertukaran persentuhan, serta akulturasi dua kebudayaan yang sangat berbeda.

Bahan bacaan : Djoko Soekiman. Kebudayaan Indis. 2011. Jakarta : Komunitas Bambu Blackburn, Susan. Jakarta sejarah 400 tahun. 2011. Jakarta : Komunitas Bambu

Selasa, 06 November 2012

Menelusuri jejak-jejak cultuurstelsel : beberapa catatan yang tidak layak terbit ?

Banyak sekali buku maupun artikel mengenai Cultuurstelsel yang isinya menggungat tentang kebijakan yang dicetuskan oleh belanda tersebut. Cultuurstelsel selalu diartikan dengan tanam paksa. Padahal jika dilihat dari segi bahasa, istilah “tanam paksa” bukanlah merupakan terjemahan yang tepat untuk cultuurstelsel, yang tepat mestinya adalah Sistem Budidaya tanaman. Tetapi dari segi realitas - menurut P. Swantoro, istilah tanam paksa tepat sekali untuk menerjemahkan culturstelsel. Hal sama juga diungkapkan oleh Peter Boomgard, yang menulis bahwa pada saat diterapkannya cultuurstelsel, masyarakat jawa kurang mendapat rangsangan memadai untuk menghasilkan tanaman perdagangan bagi pasar Eropa, sehingga petani-petani jawa harus dibujuk ( baca : dipaksa) untuk menggunakan sebagian dari tanah garapannya dan sebagian dari tenaga kerjanya untuk membudidayakan kopi, nila dan gula. Begitupula dengan Sartono Kartodirdjo yang amat jelas mengungkap bagaimana bobroknya system yang ditepakan pada rakyat ini. Menurut Sartono, hakikat cultuurstelsel adalah bahwa penduduk sebagai ganti membayar pajak tanah sekaligus, harus menyediakan sejumlah hasil bumi untuk ekspor seperti yang diinginkan pemerintah. Serangan akan cultuurstelsel juga datang dari seorang asisten residen di Lebak, Edward Douwes Dekker yang melayangkan gugatan dalam sebuah novel yang berjudul Max Havelar. Dalam halaman terakhir novel itu, multatuli-begitu nama samarannya, menulis, “Dan kepada tuan saya mempersembahkan buku ini, Willem III, raja, adipati besar, pangeran dan kaisar dari Insulinde yang cantik dan kaya, Jamrud Khatulistiwa, karena di tempat itu lebih dari 30 juta rakyatmu dianiaya dan diperas atas nama tuan,”.

Begitulah sejarah cultuurstelsel selalu ditempatkan sebagai bagian sejarah kelam Hindia Belanda. Di beberapa buku atau artikel yang telah diterbitkan kebanyakan membahas tentang dampak negative cultuurstelsel bagi rakyat Hindia Belanda. Padahal jika membaca artikel dari C. Fasseur yang berjudul The Cultivation system and its impact on the dutch colonial economy and the indigenous society in nineteenth century in java, cultuurstelsel tidak selalu menimbulkan dampak buruk. C. fasseur mengungkapkan bahwa di daerah tertentu misalnya di Jawa Timur, system ini justru dapat meningkatkan kemakmuran. Ledakan penduduk yang terjadi pada masa itu, menurut C. Fasseur juga merupakan kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa saja disebabkan oleh “the Cultivation system”.

Senada dengan apa yang diungkapkan C. Fasseur, Denys Lombard mengungkapkan bahwa peningkatan jumlah penduduk merupakan suatu gejala yang jauh lebih luas yang terdorong oleh konjungtur luar biasa dari dua revolusi siderurgi ( pengolahan besi ) dan revolusi kesehatan. Jika Eropa mengalami revolusi siderurgi sejak abad ke-11 bersamaan dengan pembukaan hutan secara besar-besaran dan revolusi kesehatan sejak abad ke 18. Di jawa- menurutnya- kedua revolusi itu terjadi serempak, yang memang merupakan akibat tidak langsung dari sitem kolonial, tetapi tanpa disadari oleh penguasa kolonial.

Fakta lain yang terungkap mengenai cultuurstelsel dapat ditemukan dalam tulisan A.M Djuliati Suryo, dalam bukunya ia mengunggap tentang cultuurstelsel di daerah Kedu. Menurutnya, System cultuurstelsel dianggap lebih maju dibanding dengan system feodal di mataram. Selain tanah, tenaga kerja dan modal rakyat, pemerintah memasukkan unsur-unsur baru seperti organisasi produksi, modal, tekologi barat (pabrik-pabrik) dan pengusaha swasta. Cultuurstelsel mulai dilaksanakan di Kedu sejak tahun 1831 dengan penanaman kopi secara besar-besaran yang juga menngerahkan tenaga rakyat. Hal ini ternyata mengakibatkan pembangunan berantai untuk mendukung usaha besar ini. Terjadilah suatu pembangunan berantai untuk mendukung usaha besar ini. Jalan-jalan penting perlu diperkeras atau diperlebar demi kelancaran arus angkutan kopi. Apabila di tahun 1812 jalan raya di Kedu hanya 45 km, tanpa fondasi dari batu, tahun 1870 jalan tersebut telah menjadi 216 km dengan fondasi batu dan kerikil sebagai pengeras.

Setiap kebijakan sudah pasti menimbulkan pro dan kontra, begitu juga dengan kebijakan cultuurstelsel. Yang menarik, ternyata cultuurstelsel adalah sebuah kebijakan kelam yang sudah terlanjur lekat dalam memori kolektif bangsa Indonesia. Sehingga belum begitu banyak ditemukan tulisan-tulisan yang mengungkap tentang sisi lain dari Cultuurstelsel. Padahal, bisa saja, fakta dilapangan tidak selalu seperti itu (seperti apa yang terungkap dari tulisan dari C. Fasseur). Kemudian, muncul sebuah pertanyaan mendasar. Apakah yang sebenarnya terjadi pada masa cultuurstelsel?benarkah kebijakan tersebut hanya memberikan dampak negative bagi rakyat? Ataukah mungkin, ada yang sengaja ditutup rapat dari penulisan-penulisan terdahulu yang terlanjur buta dengan nasionalisme yang terlalu berlebihan.

Bahan bacaan : C. Fasseur . The Cultivation system and its impact on the dutch colonial economy and the indigenous society in nineteenth century in java P. Swantoro. Dari buku ke buku : sambung menyambung menjadi satu. Jakarta. KPG. 2002 Boomgard, Peter. Anak Jajahan Belanda.jakarta. KITLV.2004 Sartono, kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : Sejarah pergerakan nasional. Jakarta . PT Gramedia, 1990 Lombard, Denuys. Nusa Jawa : Silang Budaya batas-batas pembaratan. Jakarta. Gramedia pustaka utama. 1996 A.M. Djuliati Suroyo. Eksploitasi kolonial abad XIX. Yogyakarta. Yayasan untuk Indonesia, 2000 Multatuli. Max Havelaar. Bandung. Percetakan Karya Nusantara. 1972

Tumbuh suburnya mitos dalam sejarah Indonesia

Kolonialisme Belanda di Indonesia sudah sering ditulis dalam buku-buku sejarah terjadi selama 350 tahun. Dihitung sejak kedatangan Belanda di Indonesia. Onghokham mengutuk keras pandangan ini dan mencoba menguraikan bahwa pada awal mulanya, Belanda dalam hal ini datang hanya berdagang, pada saat itu pula, masih ada kekuasaan lokal yang berkuasa. Kolonialisme yang terjadi di Indonesia terjadi tepatnya setelah VOC bangrut dan kemudian wewenang VOC diambil langsung oleh pemerintah Belanda. Dan itu tidak ada 350 tahun. Penjajahan 350 tahun yang sering ditulis di buku-buku sejarah tidak terbukti kebenarannya. Tetapi, hal ini sudah terlanjur melekat dalam ingatan bawah sadar masyarakat Indonesia. Hal inilah yang kemudian dikatakan Onghokham sebagai mitos.

Dalam artikel ini, Onghokham membahas tentang “mitos” yang ada dalam sejarah Indonesia. Mitos menurut Onghokham tidak hanya berkisar tentang peristiwa-peristiwa luar biasa yang dialami manusia seperti mitos yang ada dalam pararaton, atau mitos dalam babad tanah jawi, tetapi jika boleh memberikan sedikit argument, mitos yang coba diuraikan Onghokham dalam artikel ini, sepertinya mirip dengan pengertian mitos menurut Locher.

Menurut Locher yang dikutip P. Swantoro, mitos menunjuk wahana bahasa pada peristiwa-peristiwa yang dipandang oleh manusia sangat essensial bagi eksistensinya, yang memberi arti (bagi manusia tersebut-red) pada masa sekarang, masa lalu, dan masa depan sekaligus. Dengan demikian, pentingnya “mitos” tidak tergantung apakah kisahnya mempunyai makna atau tidak menurut penglihatan kita. Peranan mitos tidak juga tergantung pada apakah kisahnya betul-betul terjadi menurut pengetahuan ilmiah kita.

Selain dari artikel The myth of colonialism in Indonesia : Java and the rise of Dutch colonialsm, dalam artikel lain yang berjudul Revolusi Indonesia : Mitos dan Realitas, Onghokham juga masih menyinggung tentang tumbuh suburnya “mitos” dalam sejarah indonesia. Menurutnya, Revolusi kemerdekaan yang berlangsung sejak akhir tahun 1945 hingga akhir tahun 1949 akan tetap menjadi mitos dalam memelihara dan mendorong nasionalisme pada masa sekarang maupun masa-masa yang akan datang. Begitu pentingnya makna revolusi bagi eksistensi masyarakat bangsa dan Negara Indonesia, menjadi sesuatu yang dimitoskan, maka akan selalu ada bahaya bahwa revolusi itu dipergunakan oleh berbagai pihak untuk mencati legitimasi atas kedudukan atau perannya di masa kini, dan di masa depan, misalnya dengan mengklaim bahwa pihaknyalah yang paling berperan atau paling menentukan keberhasilan revolusi tersebut. Jadi secara politik, ada bahaya bahwa makna revolusi dimanipulir untuk tujuan-tujuan politik praktis oleh kelompok tertentu. Bahaya dari itu adalah bahwa fakta atau proses sejarah dipakai seenaknya saja oleh tokoh politik, cendekiawan dll. Hal ini akan mengaburkan pandangan masyarakat mengenai kedudukan ilmu sejarah dan konsepsinya mengenai sejarah.

Dengan menyadari bahwa mitos sangat lekat sekali dengan sejarah, dan mitos memang sering dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mencari legitimasi, tetapi tidak lantas membuat kita menjadi antipasti terhadap keberadaan mitos, karena disadari atau tidak, mitos yang muncul dalam masyarakat mencerminkan mentalitas masyarakat pada masa itu. Mitos, legenda populer, konsepsi-konsepsi mengenai gama, kepercayaan moral dan sebagainya, mencerminkan fakta social. Jadi, mitos masih sangat berguna dalam historiografi kita. Ada baiknya sejarahwan harus cerdas saat harus memberi jarak antara mitos dan realita- antara sastra dan fakta. Sejarahwan harus lebih peka dalam memberi arti dalam setiap peristiwa sejarah. Akan tetapi, sejarahwan tetap tidak dapat seenaknya mengubah sejarah.

Bahan bacaan : The myth of colonialism in Indonesia : Java and the rise of Dutch colonialsm, Onghokham P. Swantoro, Dari Buku ke Buku : Sambung menyambung menjadi satu . (Jakarta,2002) Onghokham, Revolusi Indonesia : Mitos dan Realitas dalam majalah Prisma no.8 tahun 1985 Onghokham, Wahyu Yang Hilang Negeri Yang Guncang ( Jakarta, 2003) Kuntowijoyo. Metodologi sejarah,( Yogyakarta,2003 )

Memberi ruang kepada cerita tentang subaltern

Sangat menarik ketika menyimak tulisan David Henley, Carriying capacity, climatic variation, and the problem of low population growth among Indonesian swidden fanfiers evidence from north sulawesi . Dalam tulisannya tersebut David Henley mencoba untuk menjelaskan tentang populasi di Sulawesi utara, Gorontalo dan Minahasa. Perhatian khusus David Henley diberikan pada factor lingkungan seperti iklim, tanah, dan penyakit yang kemudian mempengaruhi populasi penduduk Sulawesi pada masa itu.

David Henley membahas tentang hubungan pengaruh antara ketahanan pangan dan laju populasi penduduk di Sulawesi Utara pada abad ke 19. Misalnya , ketika lahan padi dialih fungsikan menjadi lahan kopi, maka terjadi ganguan pangan. Rakyat menjadi kelaparan, inilah yang diduga oleh David Henley. David Henley juga membahas mengenai adanya kaum Misionaris, dimana mereka melakukan politik terselubung. Politik tersebut erat kaitannya dengan kolonialisme di abad tersebut. Politik terselubung tersebut terlihat ketika David Henley coba menghubungkan antara penyakit cacar dengan misionaris. dengan adanya penyakit cacar, para Misionaris ini melakukan pengobatan. Tidak berhenti sampai disini saja, setelah melakukan pengobatan, para misionaris kemudian melakukan kristenisasi penduduk setempat. Hal ini sesuai dengan cita-cita gospel yang mereka bawa. Jika dibandingkan dengan tulisannya Anthony Reid, Asia Tenggara dalam kurun niaga 1450- kedua tulisan ini m$erupakan tulisan yang menarik karena tema sejarah yang diangkat tidak hanya terpaku pada kehidupan politik, raja dan perang, akan tetapi sejarah ditulis sangat total karena menyangkut semua aspek kehidupan. Sejarah yang coba ditampilkan oleh David Henley ini berdimensi multidisipliner. Disini, David Henley brhasil menggabungkan antara sejarah geografi dengan sejarah demografi. David Henley tidak hanya berhasil menghubungkan antara sejarah geografi dan juga sejarah demografi. Namun, David Henley juga membahas tentang kondisi perekenomian pada masa itu.

Tulisan ini semakin layak untuk dikaji dan dipelajari , karena selain dari kepiawaian David Henley dalam menghadirkan data-data demografi kemudian dipadukan dengan sejarah geografi, David Henley juga menjadikan tulisan ini menjadi salah satu contoh tulisan yang mencoba mendengarkan suara kaum subaltern, dimana David Henley berusaha untuk menghadirkan ruang yang diisi kaum subaltern dalam tulisannya. Kaum subaltern ini meliputi kaum-kaum marjinal, seperti penduduk biasa yang hampir tidak pernah dituliskan sepak terjangnya dalam sejarah. Mereka seolah-olah tidak memiliki suara dalam historiografi. Mereka seolah-olah dibungkam dalam sejarah. Ironisnya, Mereka memang tidak pernah bersuara karena mereka memang tidak punya suara. sejarah hanya memberikan tempat bagi tokoh-tokoh besar, Negara, ataupun sesuatu yang dipahami secara politik. Padahal, seharusnya siapapun yang mempunyai masa lalu, maka dia berhak untuk memiliki sejarahnya sendiri.

the birth of abangan-the birth of putihan

Pada dasarnya, tidak ada masyarakat tanpa klas. Begitupun, dalam masyarakat jawa. Di jawa, terdapat stratifikasi social yang sebenarnya tidak begitu jelas nampak. Tetapi, dengan tegas, Clifford Geertz berani mengkotak-kotakkan masyarakat jawa menjadi tiga bagian, yaitu Santri, abangan, dan Priyayi. Hal ini disetujui oleh ricklefs dalam artikel yang berjudul “ The Birth of Abangan,” walaupun dengan jelas, Ricklefs lebih sepakat untuk pembagian dikotominya adalah antara putihan dan abangan saja. Karena menurut Ricklefs, kata santri hanya akan mewakili salah satu bagian dari orang alim saja, yaitu bagi mereka yang belajar di pesantren, sedangkan untuk menjadi alim bisa dilakukan tidak hanya dengan belajar di pesantren saja. kata putihan cakupannya bisa lebih luas lagi. Sedangkan abangan, adalah mereka yang dekat dengan unsur-unsur mistis jawa.

Terlepas dari pemikiran Clifford Geertz dan juga Ricklefs, perlu dicermati perkembangan kelompok masyarakat dalam stratifikasi yang terdapat dalam masyarakat jawa, baik abangan maupun putihan, menimbulkan gejolak perubahan social yang sebelumnya tidak pernah ada di abad-abad sebelumnya.

Kaum putihan yang lebih terpelajar dibanding kaum abangan , pada abad 19 berusaha membuat perubahan. Dengan pemahaman yang lebih, dengan ideology islam yang sangat kuat mengakar, kaum putihan kemudian berhasil menggunakan pemahamannya, untuk dijadikan kekuatan untuk melawan kafir. ( baca : barat). Sejak saat itu, kemudian muncullah beberapa gerakan protes di jawa yang beberapa diantaranya menggunakan ideology islam.

Terbukanya terusan zues (1869 ) berakibat semakin banyaknya. Masyarakat yang menunaikan ibadah haji. Dan dari haji-haji inilah kemudian didapatkanlah gagasan Pan Islamisme. Pan Islamisme adalah gagasan untuk menyatukan umat islam dibawah kekhalifahan. Mengadaptasi ideolgi ini, kaum putihan berhasil menanamkan perspektif kepada pribumi, bahwa barat-kolonial adalah kafir yang harus dibasmi. Tidak hanya barat saja, tetapi kroni-kroninya-yang bekerja sama dengan barat harus disingkirkan. Pan Islamisme kemudian di sampaikan para haji kepada ulama sehingga gagasan tersebut dapat di teruskan lagi ke lapisan yang lebih bawah.

Oleh karena itu, di tahun-tahun tersebut terjadi transformasi kaum putihan. Pada masa itu, ulama sudah merupakan salah satu penggerak adanya perubahan social pada masa itu. Dialah broker- seperti dikatakan kuntowijoyo. Dialah broker kekuatan social dan politik masyarakat. Sementara para haji, berfungsi sebagai “kaum intelektual” dan broker kebudayaan bagi massa desa. Sementara para petani dan pedagang , bertindak sebagai pendukung dan pengikut yang setia, yang berada di lapisan terbawah di dalam struktur itu.

Memberi benang merah antara tulisan Clifford Geertz, Ricklefs serta Fahri Ali, bahwa teori yang dikemukakan oleh Clifford Geertz yang pada awalnya diragukan substansinya, ternyata teori tersebut masih sangat relevan jika digunakan untuk mengkaji masyarakat jawa bahkan sampai sekarang pun. Tentu saja, di setiap jamannya teori ini mengalami sedikit pergeseran. Berkenaan dengan semakin berkembangnya peradaban, masyarakat jawa yang di kaji pun semakin hari semakin kompleks. Jika pada awalnya dikotomi antara santri, abangan, dan priyayi hanya didasarkan pada cirri-ciri fisik atau kesehariannya, pada abad 19-dan permulaan abad ke 20, dikalangan santri-putihan-pada khususnya—sudah memiliki peran di kehidupan politik. Sedangakan, sekarang masih ditemukan sisa-sisa pemikiran Clifford Geertz di beberapa tempat di jawa tersebut. Jika kita bicara tentang abangan, tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan kejawen, jika kita bicara tentang santri—putihan tentu saja sekarang banyak sekali ditemukan banyak masyarakat Indonesia yang bisa digolongkan dalam santri ini. Dan jika kita menanyakan tentang elit priyayi, tentu saja, di jawa, di Surakarta maupun di Jogjakarta misalnya masih bisa ditemukan elit ini.

Menyoal historiografi dari oriantalis sampai indonesiasentris

Sudut pandang, teori, maupun metodologi yang digunakan dalam historiografi sangat mempengaruhi kebenaran fakta sejarah yang akan disuarakan dalam penulisan sejarah. Sebagai contoh, jika sejarahwan menggunakan cara pandang orientalisme maka historiografi yang akan dihasilkan akan menyuarakan dominasi atau superioritas barat terhadap ketidakberdayaan atau inferioritas timur baik sebagai imperialism maupun kolonialisme. Oriantalisme sering diartikan sebagai cara pandang dunia barat mengenai keeksotisan dunia timur. Orientalisme mengungkapkan dan merepresentasikan bahwa budaya timur merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya barat, karena barat beranggapan bahwa timur merupakan daerah jajahan terbesar mereka Atau dengan kata lain, cara pandang orientalisme digunakan untuk menata ulang, mendominasi, dan menetapkan kekuasaan barat terhadap dunia timur. Bagi penganut paham ini, orientalisme dianggap sukses dalam menyajikan tulisan sejarah yang apik karena dapat memberikan gambaran geo-politis ke dalam teks- teks estetika, keilmuan, ekonomi, sosiologi, sejarah dan filologi. Dalam artikel “Kolonialisme dan Kebudayaan” Nocholas B Dirk mencoba menguraikan beberapa tulisan sejarah yang ditulis dengan menggunakan sudut pandang oriantalisme. Misalnya dalam novel A passage to India karangan E.M Forster, Nicholas B Dirk beranggapan bahwa Forster mampu menghadirkan sebuah novel etnografi kolonialisme inggris di India. Nichoals B Dirk juga setuju dengan gagasan yang disampaikan oleh Marx, Benjamin, Gramsci, William, Foucault, Derrida dan Said yang membuatnya memahami kolonialisme sebagai pokok soal yang penting menurut hak nya sendiri dan sebagai metafora untuk hubungan yang halus-pelik- antara kekuasaan dan pengetahuan serta kebudayaan dan pengontrolan.

Penganut oriantalis berhasil menyajikan sisi lain pengertian kolonialisme yang berbeda. Jika dalam kaca mata timur, kolonialisme selalu diartikan sebagai sesuatu yang tidak baik, penjajahan, perampasan hak, perengutan kebebasan yang terjadi pada masa lalu sehingga menimbulkan persepsi bahwa dunia sekarang adalah dunia pasca kolinialisme yang merdeka dari imperialis, orintalis justru menilai bahwa bisa saja kolinialisme tetap terus hidup dengan cara baru yang barangkali tidak kita ketahui.

Berbeda dengan kaum orintalis. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan sejarah Indonesia biasanya mengacu pada pendekatan Indonesiasentries. Pendekatan Indonesiasentries ini mucul lantaran banyak sekali ditemukan penulisan sejarah gaya orintalis yang lebih dominan menceritakan superior barat akan dunia timur. Munculnya pendekatan Indonesiasentries juga diharapkan dapat melengkapi fakta-fakta sejarah yang terlanjur dihilangkan oleh penganut orintalisme. Konsekunsi logisnya, pendekatan ini menempatkan pribumi sebagai actor utama dalam penulisan sejarah.

Namun, bukan berarti Historiografi Indonesiasentris lolos tanpa cacat, lahir dan sempurna begitu saja, dalam Kesadaran Dekonstruktif dan Historiografi Indonesiasentris, Bambang Purwanto menjelaskan bahwa pada awalnya, historiografi Indonesiasentris kebanyakan menampilkan sifat nasionalisme yang berlebihan dan lebih mengandalkan retorika sehingga kebenaran fakta yang dihadirkan dipertanyakan. Selain itu, historiografi Indonesiasentris juga erat kaitannya dengan wacana kolonial yang paradoks dengan wacana colonial yang coba disajikan kaum orintalis. Imbasnya, historigrafi Indonesiasentris biasanya belum sepenuhnya dapat menghadirkan keberaan rakyat sebagai pembahasan utama dalam sejarah. Sejarah masih bersifat milik penguasa atau sesuatu yang mempunyai dampak besar pada masa itu, sehingga historiografi Indonesia sering mengabaikan peran orang pinggiran. Jika sudah begini, Historiografi Indonesiasentris tak ubahnya dengan historiografi yang dianut orientalis karena dalam historiografis Indonesiasentris mengesampingkan peran inferior(orang pinggiran) , dan hanya memberikan ruang bagi superior (Negara) untuk menceritakan sejarahnya sendiri.

Padahal, jika dicermati lebih lanjut, meskipun orang pinggiran tidak mampu berbuat banyak, tidak melakukan perubahan pada level pemerintahan ataupun politik, tetapi sebenarnya kehidupan orang pinggiran dan kaum-kaum lain yang tersisihkan dalam historografi Indonesiasentris dapat dijadikan salah satu tema kajian para sejarahwan yang dapat memberikan warna baru dalam historiografi indonesiasentris. Pengkajian ini penting dilakukan karena hakikat sejarah adalah rekam peristiwa bagi siapapun yang mempunyai masalalu, tidak hanya orang besar, tetapi juga termasuk orang-orang pinggiran yang terlupakan serta tersisihkan. Jika wacana orang pinggiran dapat dihadirkan oleh sejarahwan dalam historiografis Indonesiasentris, tidak mustahil akan muncul historigrafi Indonesia yang lebih baru, yang dapat menggambarkan keadaan sebenarnya dari bangsa Indonesia.

Natural History : sumbangsih orang british terhadap historiografi Indonesia

Review : Mary Chaterine Quilty. Textual Empires : a Reading of Early British Histories of South East.

Karena Indonesia dikuasai Belanda, maka banyak dugaan yang sering muncul bahwa sumber tertulis dan documenter tentang sejarah modern Indonesia ditulis dalam Bahasa Belanda. Tentu saja benar bahwa dibandingkan dengan bacaan Belanda yang luas sekali itu sumbangan berbahasa Inggris terhadap penelitian tentang Indonesia tidak banyak. Namun hendaknya, orang tidak lupa bahwa awal yang serius dari historiografi Indonesia terutama bukan terdapat pada karya-karya para ahli ketimuran yang pertama di Leiden, melainkan dalam buku sejarah tebal yang diterbitkan oleh para sarjana Inggris seperti Marsden, Raffles, dan Crawfurd. Karya-karya mereka merupakan suatu kumpulan yang mengesankan dari bahan documenter Inggris mengenai berbagai segi sejarah Indonesia. ( Soedjatmoko, dkk : 1995)

Mary Catherine Quilty dalam Textual Empires, khususnya di Bab 1, Natural Histories : New Ways of Knowing, membahas tentang bagaimana orang-orang british seperti Symes, Marsden, Raffles, Crawfurd dan Anderson menuliskan dan mempublikasikan pengetahuan tentang Asia Tenggara. Mereka meyakini bahwa tesk-teks mereka dapat meningkatkan pengetahuan baru masyarakat dunia tentang Asia Tenggara. Tulisan Marsden, tentang History of Sumatra, kemudian Raffles dengan History of java, dan tulisan Symes, serta Anderson,sangat menarik karena tema yang dipilih adalah tema yang dekat lingkungan, alam dan kehidupan masyarakat. ditulis dengan metode ilmiah yang berkembang saat itu, sehingga diniliai bahwa tulisan mereka adalah tulisan yang paling objektif.

Namun, jika dicermati Dari sisi historiografi, keempat penulis Inggris tersebut, memiliki kesamaan. Walaupun mengambil tema yang berbeda, namun keempatnya sama-sama menulis dengan sudut pandang orang eropa dan umumnya mereka menulis tentang Asia Tenggara, mempunyai ideology tersendiri. Berkaitan dengan keinginan Eropa untuk melakukan kolinialisasi di Asia, maka tulisan mereka terhadap asia tenggara berusaha untuk mempresentasikan kekayayaan, keeksotisan Asia. Ini kemungkinan juga akan menjadi pertimbanagan apakah sebuah daerah pantas atau tidak untuk diekpsloitasi.

Umumnya, orang-orang Perancis dan Inggris ( begitu pula orang Jerman, Rusia, Spanyol Portugal, Italia dan Swiss ) memandang dunia Timur berdasarkan suatu tadisi yang mereka yakini selama ini. Tradisi tersebut bernama orientalisme, suatu cara untuk memahami dunia Timur yang didasarkan pada keeksotisannya di mata orang Eropa. Bagi orang-orang Eropa, Timur tidak hanya bersebelahan dengan kawasan mereka. Lebih dari itu, orang Eropa selalu menganggap Timur sebagai jajahan mereka yang terbesar, terkaya, dan tertua selama ini. Timur juga dianggap sebagai sumber bagi peradaban dan bahasa Eropa, saingan atas budaya Eropa dan sebagai bagian dari imajinasi Eropa yang terdalam. Timur adalah “yang lain” ( the other ) bagi Eropa. ( Said, 2010). Konsekuensi logis yang muncul dari cara pandang orientalisme ini adalah menimbulkan pandangan bahwa barat adalah superior, sedangkan Timur adalah inferior. Oleh karena itu, penulisan Sejarah Asia Tenggara tidak lagi dilihat secara objektif, karena sejarah ditulis berdasarkan satu sudut pandang saja. Tidak mengherankan kemudian bila ditemukan dalam tulisannya, Anderson menyebut tentang adanya “kanibalisme” di Batak, atau mungkin juga pandangan penulis yang lain tentang dunia bar-bar untuk merepresentasikan dunia Timur.

Tetapi, terlepas dari cara pandang orientalisme yang digunakan para peneliti inggris terssebut, baik Symes, Marsden, Raffles dan Anderson telah menyuguhkan suatu historiografi yang menarik, dimana tema-tema politik tidak lagi menjadi pilihan utama dalam tulisannya. Lebih dari itu, walaupun dengan beberapa kekurangan dalam penyajian tulisannya, misalnya buku History of Java nya Raffles yang terkesan hanya menuliskan data-data saja, tanpa ada pemaknaan terdapat fakta, namun para peneliti Inggris ini setidaknya telah melampaui apa yang telah dihasilkan sejarahwan Indonesia pada masa sekarang, bahwa sejarah tidak hanya ditulis berdasarkan tema politik saja, tetapi sejarah bisa juga meliputi beberapa aspek mikro yang sering terlupakan dari pandangan orang-orang Indonesia itu sendiri.

Daftar bacaan : Quilty, Mary, Textual Empires.. (Australia : monas university. 1998) Soejatmoko,dkk, Historiografi Indonesia : Sebuah Pengantar (Jakarta : PT Gramedia Pustaka, 1995) W. Said, Edward. Orientalisme. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010 )

Menghargai sejarah seperti Van Leur

Review : Abad ke-18 sebagai kategori dalam penulisan Sejarah Indonesia,

Historiografi kolonial dikuasai oleh pandangan yang etnosentris. Semua peristiwa berkisar sekitar kerajaan dengan raja sebagai pusatnya serta apa yang terjadi diluar itu jarang disinggung. Tidak boleh dilupakan pula bahwa dalam lingkungan sosio-kultural dari historiografi tradisional itu pada cerita sejarah ada kekuatan religio-magis, maka tidak ditinjau secara kritis. ( Sartono Kartodirdjo, 1992). Historiografi kolonial ditulis oleh orang-orang Belanda dengan menggunakan arsip Belanda sehingga tulisan yang dihasilkan ditulis menggunakan cara pandang eropasentris. Tetapi, berbeda dengan Van Leur, dia mampu menyajikan sejarah dengan cita rasa pribumi- dengan penghargaan kepada timur yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh barat.

Dalam artikel Abad ke-18 sebagai kategori dalam penulisan Sejarah Indonesia, menurut Richard Z. Leirissa, Van Leur membuat tandingan atas karya Dr. Godee Molsbergen yang merupakan jilid yang keempat dari “ Geschiedenis van Nederlandsch-Indie. Dalam karya tersebut, Godee Molsbergen mengemukakan bahwa sejarah VOC dalam abad kedelapanbelas merupakan refleksi dari sejarah negri Belanda yang ketika itu telah muncul sebagai kekuatan yang menentukan Eropa. Van Leur menyanggah pendapat ini dan mengatakan bahwa abad kedelapanbelas tidak berbeda dengan abad ketujuhbelas, baru dalam abad kesembilanbelas, Eropa menunjukkan keunggulannya. Selain menyanggah hal tersebut, yang paling menarik dalam tulisan ini adalah Van Leur menunjukkan bahwa dengan menggunakan sumber VOC dapat disusunlah sebuah historiografi yang tidak melulu memihak kolonial. Sebuah perspektif yang sangat berbeda dengan historiografi kolonial jaman itu.

Kritik Van Leur misalnya mengenai perekonomian. Van leur mampu membuktikan dalam tulisannya bahwa kenaikan ekspor barang-barang pada saat itu diserap oleh Asia dan Indonesia tanpa kompeni ambil bagian. Van luer mencoba menulis dengan perpektif lain di jaman itu, bahwa sebenarnya ada garis yang semakin naik , kurve yang terus menanjak di seluruh abad ke-18, bahkan naiknya lebih tepat akibat penambahan perdagangan Eropa yang lebih kuat selama pertengahan kedua abad tersebut. Kemudian dalam tulisannya Van Luer juga berani mensejajarkan orang-orang pribumi seperti Mangkubumi, Mas Sahid, Tjakraningrat dengan tokoh barat seperti speelman. Hal ini yang tidak pernah dilakukan barat sebelumnya.

Melihat tulisan Van Leur sebenarnya hal inilah yang perlu dilakukan oleh sejarahwan-tidak pandang bulu sejarahwan Indonesia ataupun sejarahwan asing. karena permasalahan klasik dalam sejarah adalah sudut pandang penulisan. Dimana setiap bangsa akan menulis sejarahnya sesuai dengan sudut pandang bangsanya itu sendiri. Sehingga yang dihasilkan adalah sejarah yang berusaha memaksakan paham nasionalisme untuk merasuk dalam tulisannya, imbasnya, sejarah tidak akan pernah berusaha untuk melihat dari dua sisi. Tidak akan pernah ada keadilan dalam sejarah. Tetapi, belajar dari Van Luer, belajar bahwa dia bisa menulis dengan kacamata bangsa lain, sepertinya hal ini perlu dicontoh oleh sejarahwan masa kini.

Tidak mungkin tidak kita melihat historiografi kolonial sebagai salah satu sumber penulisan kita. Karena suka tidak suka historiografi kolonial adalah bagian dari historiografi Indonesia ( Bambang Purwanto, 2006) ataupun tidak boleh juga kita terpaku pada keinginan untuk menandingi historiografi kolonial dengan terlalu berlebihan dalam menyisipkan paham nasionalisme, lebih dari itu, ada baiknya melihat sejarah dari dua sisi. Sisi kolonial- dan juga sisi Indonesia, karena dengan begitu, sejarah akan ditulis bukan hanya sebagai ajang balas dendam saja. Tidak ada yang salah dengan masalalu-sejarah. masalalu-sejarah bisa benar ataupun salah adalah bagaimana memaknainya.

Bambang Purwanto. Gagalnya Historiografi Indonesiasentris ( Jogjakarta : Ombak, 2006) Sartono Kartodirdjo. Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia.( Jakarta : PT Gramedia, 1992) J.C Van Leur. Abad ke-18 sebagai kategori dalam penulisan sejarah Indonesia ( Jakarta : Bhatara Jakarta, 1973 )

Ruang politik dalam hikayat Hang Tuah : Hikayat me(di )nggugat!

Perkembangan historiografi sekarang yang memperbolehkan penggunaan sumber-sumber tradisional sebagai sumber sejarah telah memberikan angin segar bagi dunia historiografi. Dewasa ini, mulai ditemukan sejarahwan yang mulai berani menggunakan sumber lokal sebagai sumber penelitiannya. Walaupun, sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam sumber lokal sering kali diketemukan cerita-cerita yang bersifat khayali, namun sumber lokal masih merupakan rujukan sejarahwan dalam melakukan pelacakan jejak sejarah.

Sumber tradisional digunakan untuk melengkapi ruang-ruang kosong yang tidak bisa diisi dengan sumber lain yang telah digunakan. Karena, dalam sumber tradisional, hikayat misalnya dapat memberikan gambaran tentang kehidupan politik dan social, bahkan tentang beberapa aspek kehidupan sehari-hari.

Artikel Ruang Politik dalam Hikayat Hang Tuah membahas tentang ruang-ruang politik Kesultanan malaka yang dikunjungi Hang Tuah. Tulisan ini sangat menarik, karena Hendri Chambert-Loir dalam meneliti tentang perjalanan politik yang dilakukan Hang dengan membandingkan antara perjalanan Hang Tuah dalam Hikayat Hang Tuah dengan beberapa sumber lain misalnya Sulalat al-Salatin alias Sejarah Melayu. Daya tarik dalam tulisan ini adalah bagaimana Hendri Chambert-Loir menemukan perbedaan-perbedaan serta kontradiksi-kontradiksi dalam sumber rujukan utama dalam sejarah melayu, dan kemudian dia mencoba untuk memperbandingkannya tanpa terburu-buru melakukan justifikasi manakah sumber yang merujuk ke fakta maupun ke fiksi. Tentu saja, sumber yang paling banyak dikaji adalah sumber Hikayat Hang Tuah, dan tanpa menggabaikan sumber lain, Hendri Chambert-Loir berusaha untuk melakukan interpretasi serta menggabungkan kedua sumber, dan tidak mempermasalahkan hikayat yang berisi banyak muatan cerita yang khayali, sehingga kedua sumber yang digunakan dapat saling melengkapi, dan dapat sedikit mengisi ruang kosong yang ditinggalkan sejarahwan yang lalu.

Salah satu Kontradiksi yang berusaha dimunculkan Hendri Chambert-Loir adalah misalnya dalam Hikayat Hang Tuah, tokoh utama Hang Tuah melakukan banyak perjalanan politik Misalnya, di Melayu, Hang Tuah mengunjungi negri Pahang, Terengganu,Lingga, Singapura, bahkan, perjalanan Hang Tuah mencapai Tiongkok, India Selatan, Tanah Suci, Mesir dan Turki. bahkan Hang Tuah lah yang memegang peran utama dalam semua misi dan perjalanan tersebut, Sedangkan dalam Sulalat al-Salatin, alias Sejarah Melayu, Hang Tuah hanya mengunjungi beberapa negeri saja, bahkan tidak pernah memimpin utusan sendiri.

Hendri Chambert-Loir menyadari bahwa dalam hikayat, fakta dan fiksi tercampur dalam narasi yang panjang,dan hampir sulit dibedakan antara kenyataan dan khayalan- yang sebenarnya memungkinkan untuk dilakukan identifikasi satu persatu, tetapi Hendri Chambert-Loir lebih memfokuskan pada permasalahan dasar hikayatnya . Baginya, yang terpenting dalam sumber Hikayat Hang Tuah dapat mengungkapkan bahwa melalui cerita hikayat tersebut, kerajaan malaka berusaha untuk membangun jaringan terhadap Negara-negara lain. Jaringan ini tidak hanya dimaksudkan untuk perdagangan saja, tetapi lawatan yang dilakukan Hang Tuah ini, juga bersifat politis. Misalnya, disuatu bab, diceritakan tentang lawatan Hang Tuah ke Majapahit. Lawatan ini akhirnya diakhiri dengan pernikahan antara Sultan Malaka dengan putri majapahit raden Galuh Emas. Konsekuensi dari pernikahan ini, kelak Raden Bahar, putra sulung sultan malaka menjadi raja di Majapahit menggantikan kakeknya yang meninggal dunia. Sehingga hierarki antara kedua kerajaan itu terbalik. tetapi, pada bagian ini, Hendry Chambert-Loir kurang jeli dalam memberikan penekanan pada maksud raja malaka menikahi putri majapahit. Padahal pernikahan politik dalam biasanya memang sengaja dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih, Hendry Chambert-Loir dalam hal ini hanya menjelaskan pernikahan terjadi karena putri majapahit cantik lagi bangsawan. Tetapi, Hendry Chambert Loir kurang kritis dalam menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang mendasari raja malaka menikahi purti majapahit. Bahkan, Hendry Chambert Loir kemudian menjelaskan antara hierarki malaka dan majapahit di tulisan akhir dari bab ini,

Tetapi, lebih dari itu Hendry Chambert Loir sangat cerdas saat harus memberi jarak antara fakta dan fiksi dalam hikayat, sehingga Hendry Chambert-Loir mampu memberikan gambaran konsepsi orang melayu tentang dunia geografis serta kekuatan-kekuatan politik yang mereka hadapi. dia sangat kritis dalam melakukan kritik sumber Hikayat Hang Tuah. bahkan, dia berani menyampaikan argumentasinya, bahwa dalam satu tahap penyusunan teks Hikayat Hang Tuah yang kita kenal sekarang ini, pernah terjadi penyalinan dari berbagai naskah lain.

Tradisi penulisan tradisional, legitimasi kekuasaan raja

Historiografi tradisonal biasanya berisi kisah para raja atau seorang raja tertentu yang terkesan diagung-agungkan. Selain itu dalam historiografi lokal juga memuat tentang asal-usul suatu kerajaan . Pengagungan raja ini dapat dilihat dari beberapa tulisan-tulisan para pujangga masa itu seperti dalam babad tanah jawi ataupun juga dalam kitab pararaton. Dalam Pararaton misalnya banyak membicarakan tentang pengangungan Ken Arok sebagai keturunan Batara Guru, Siwa. Untuk lebih meyakinkan lagi bahwa Ken Arok adalah memang keturunan raja, tulisan dalam pararaton dibuat justru terkesan berlebihan.Hal yang sama juga ditemukan dalam historiografi lokal lainnya, Babad Tanah Jawi. Babad tanah Jawi yang menceritakan tentang asal muasal kerajaan Mataram juga digunakan untuk melegitimasi kekusaan raja saat itu, misalnya silsilah rajanya.

Dalam historigrafi tradisional, pujangga memasukkan mitos ke dalam tulisannya. menurut C.C Berg yang dikutip Soejatmoko, mitos adalah narasi sejarah yang telah memasyarakat. Mitos merupakan citra tentang peristiwa dan kurun sejarah, yang dalam sebagian berasal dari fakta-fakta yang dihasilkan oleh penyelidikan-penyelidikan ilmiah, dalam sebagian lagi berdasarkan interpretasi sementara mengenai fakta-fakta itu, tetapi sebagian lain merupakan hasil konstruksi dasar dari pemuasan kebutuhan individual dan social bawah sadar yang amat dalam. Mitos merupakan alat penolong bagi manusia dalam orientasinya di dunia, berkaitan dengan masa lampau, masa kini dan masa depan dari kehidupannya dan berkaitan dengan kehidupan alam baka. dalam babad, mitos dan symbol memainkan peranan yang lebih penting daripada pararaton. Gambaran jawa mengenai masa lampau telah cukup banyak menyerap mitos India dalam masa kontak cultural India-Jawa. Itulah sebabnya dalam penulisan tradisional, legitimasi kekuasaan yang tertuang dalam silsilah raja- raja jawa biasanya memuat tentang Dewa yang ada di India.

Perspektif “kacamata kuda” yang sering digunakan oleh pujangga keraton untuk menghasilkan karya-karya tradisi itu menjadikan para sejarahwan beranggapan bahwa karya para pujangga yang banyak bersandar pada sesuatu yang terjadi pada masa lalu itu hanya bersifat politis dan bukan historis. Hal ini diperkuat dengan pendapat J.J Ras dalam tulisannya tentang Babad Tanah jawi yang berpendapat bahwa dokumen dinasti seperti babad tidak pernah dapat digunakan sama seperti menggunakan dokumen VOC. Tetapi pendapat ini ditentang oleh M.C. Ricklefs. Menurutnya, semua sumber baik lokal maupun asing harus diperlakukan sama. Yang penting dilakukan adalah perlu diterapkannya kritik sejarah yang normal dan kritis terhadap sumber-sumber tersebut.

Walaupun mempunyai unsur subjektivitas yang sangat kental, Tradisi penulisan tradisioanl yang sering diartikan sebagai karya sastra tidak lantas dapat diabaikan begitu saja. Seperti pendapat Taufik Abdullah yang dikutip Bambang Purwanto, melalui karya sastra kita dapat memahami proses masa lalu dan menagkap kembali struktur waktu dari realitas. Lebih lanjut, Taufik Abdullah menambahkan bahwa karya sastra merupakan pengalaman kolektif pengarang dan merefleksikan susasana waktu ketika karya itu diciptakan. Dengan kata lain, melalui babad, mitos dan jenis tradisi penulisan tradisional yang lain, dapat diketahui pola pikir masyarakat, kondisi social, perekonomian masyarakatnya, bahkan situasi politik pada saat itu.

Minggu, 21 Oktober 2012

memilih, melepaskan :)

Melepaskan itu seperti menghempaskan nafas. ia seperti udara yang kita hirup. tidak bisa kita tahan lama-lama di kerengkongan ataupun jauh di rongga dada. ia harus dikeluarkan.karena jika ia ditahan terus menerus, ia hanya jadi menyesakkan. dan seperti itulah, ada kalanya kita harus berani melepaskan. karena melepaskan tidak melulu tentang kehilangan, karena adakalanya ketika kita melepaskan, kita melakukan hal baik setidaknya tidak hanya untuk diri kita sendiri tetapi juga untuk orang lain.

Waktu terus berlalu. dan bisa saja, dengan berjalannya waktu orang bisa berubah. apalagi sebentuk hati...atau sekedar janji...ia mudah saja akan berubah.mungkin. jadi tentu saja kita tidak boleh saling menyalahkan. kita hanya perlu saling mengerti. karena waktu memang telah merubah segalanya. semuanya tidak bisa sama seperti sedia kala.

Mengikhlaskan perbuatan orang yang mengecewakan kita itu tidak mudah. ini memang menyakitkan, tapi, tentu saja, ini tidak lantas meluluh lantakkan semua rasa yang tertinggal. karena jika dipikir-pikir, ini hanyalah masalah kecil. dan kita semestinya tidak boleh dikalahkan oleh perasaan kita sendiri. saat kita belajar untuk mengikhlaskan, kita hanya sedang belajar cinta dengan cara yang tak lagi sama.

Dan saya memilih untuk melepaskan :)

Rabu, 17 Oktober 2012

Masih tentang Rindu, Jeda dan Diam

Aku rindu tertawa. rindu hati yang selalu mengajakku tertawa, atau sekedar menertawakan. aku rindu saat aku boleh sejenak bersandar dari penatnya dunia. aku rindu saat musim hujan begitu terasa hangat. aku rindu menjelajahi hari dengan lantang, berlarian mengejar kesana-kemari tanpa perlu ber-orasi. yah, aku hanya sedang merasa rindu. rindu tentang masa lalu yang masih sangat begitu muda. rindu jejak-jejak langkah yang lantas aku tinggalkan. rindu tentang cerita yang telah aku lupakan.

Aku juga merasa lelah. aku lelah berpura-pura. mencoba bersikap menjadi sempurna. aku lelah mencoba. aku lelah melupakan. aku lelah jika mengingat. aku lelah saat harus menjelaskan. aku lelah saat harus memulai dari awal.

Dan terkadang, semua ini tidak butuh jawaban. aku hanya butuh diam sejenak. atau mungkin aku harus kembali mengambil jeda pada kehidupan?Dia yang Maha Tahu, pasti lebih tahu tentang ini. hanya saja, terkadang aku sejenak berhenti berharap. sedikit memberi jarak kepadaNya. dan inilah yang membuat seolah-olah mimpi kemudian tergeletak begitu saja. tanpa Dia, ternyata aku bukan apa-apa. aku selalu kepayahan.

jadi, mungkinkah rindu ini ada karena aku merasa telah lelah kemdian jeda saat mengejarNya?

Jumat, 14 September 2012

Tentang saya, Jogja, masalalu dan masa kini

“ Saya percaya, saya tidak mampu merubah masalalu untuk merubah kehidupan di hari ini, tapi saya mampu merubah hari ini, untuk kehidupan di masa depan,”

Ini adalah sebuah pilihan, tapi kebanyakan orang bilang ini hanya berbicara tentang mimpi-harapan-masadepan-. Sebuah mimpi yang tidak semua orang menyetujui, sebuah harapan tentang doa yang terkabulkan dan sebuah masa depan yang sedang berusaha dibangun di kota ini. Tapi ini adalah pilihan yang mungkin terlihat tidak sempurna dengan pengharapan banyak orang .

Tapi, entah kenapa disetiap pagi sekarang, ada perasaan bahagia yang menyusup di benak saya. Saya sedang merasa hidup ini begitu lengkap. Saya begitu menyukai kota ini, sebuah perasaan yang kontras dengan perasaan saya terhadap kota ini dua tahun silam. Saya suka dengan cuacanya, saya suka dengan macetnya jalan malioboro, saya suka dengan tingkah polah masyarakatnya yang mungkin sedikit nyleneh. Dan yang paling menggemparkan, saya sekarang begitu menyukai geliat seni yang berkembang dikota ini, padahal dulu, seni membuat saya serasa ingin mati. Dulu, setiap jengkal langkah dikota ini rasanya menyebalkan. Tapi sekarang, saya begitu menikmati setiap jengkal langkah saya disini—sambil sesekali merindukan masa dua tahun silam. Yah saya menyadari bahwa tidak semua hal dapat dikembalikan seperti sedia kala. Tapi, apakah saya sedang menyesali masa lalu kawan? Tidak…saya tidak sedang menyesal , karena saya lebih memilih untuk mensyukuri waktu-waktu 2 tahun silam itu, karena disana jiwa saya digembleng habis-habisan, karena disana saya belajar untuk menjadi seseorang yang tidak mudah takut, karena disana saya diajari bagaimana berkawan dengan waktu agar kita tidak digilas oleh waktu itu sendiri. Karena disana saya diajari untuk lebih peka terhadap orang lain…karena disana saya belajar bahwa Allah, mudah sekali mengabulkan mimpi , hanya saja, tidak semua mimpi berjalan mulus begitu saja. Kita sendiri yang harus menjaga momentum agar mimpi tidak lantas hancur berantakan.

Dan saya memang harus berterimakasih kepada Jogja, yang kemudian masih memberikan saya kesempatan saya untuk membangun lagi sebuah mimpi disini….dan saya “nrimo” dengan setiap pagi yang baru disini, setiap pagi yang berbeda dengan masa 2 tahun lalu, karena ini juga merupakan salah satu mimpi saya yang sempat tertunda, sebuah mimpi yang akan membuat masa depan saya lebih berarti, mungkin.

Minggu, 09 September 2012

Berpisah dan...lalu Bersemangat!

Berpisah. Aku paling tidak suka menulis topik ini. karena bagiku topik ini sama sekali tidak membuatku bahagia. tapi dalam hidup, topik ini lumrah sekali terjadi. setiap hari orang berjumpa, dan setiap hari orang berpisah, mungkin. aku suka sekali dengan perjumpaan. tetapi sebaliknya aku sangat tidak suka degan perpisahan. tapi, sekali lagi, kehidupan tidak hanya memberikan semua pilihan yang ingin kita jalani, malah biasanya kehidupan justru memberikan pilihan yang kadang tidak kita sukai.

Setiap kali harus mengalami sebuah pepisahan, aku berusaha untuk membuat moment sesederhana mungkin. tidak ingin menorehkan sebuah kesan dalam memori. bahkan jika aku yang akan berpamitan, aku selalu berpesan kepada teman-temanku untuk bersikap biasa saja. karena aku tidak ingin jujur bahkan kepada diriku sendiri, bahwa sebenarya perasaanku sungguh terlalu rapuh untuk berpisah. dan aku selalu menyembunyikan tangis dan kesedihan. walaupun pada akhirnya, aku hanya akan memberikan kesan kaku, seperti robot yang tidak berperasaan. yah...aku lakukan semua itu karena aku terlalu pengecut untuk menyadari bahwa aku akan kehilangan kehadiran mereka.

Dan, hari ini, seorang kawan berpamitan. aku benar-benar tidak bisa menahan perasaan yang sungguh datang berkecamuk ini. saat ini, aku hanya teringat tentang langkah bersama, tentang mimpi-mimpi yang sering diuraikan bersama-sama, tentang tawa yang hanya kami sendiri yang mengerti, tentang tangis yang kami coba redam bersama-sama, tentang kecintaannya pada sebuah rumah, yang biasa kami sebut dengan rumah kecil, rumah kedua..rumah singgah yang memberikan kami banyak tempaan.

Yah....begitu banyak langkah yang telah kami jalani bersama-sama ternyata...begitu banyak mimpi yang mungkin belum dapat diraih bersama-sama...begitu banyak maaf yang mungkin belum sempat terucapkan......tapi kau sudah harus berpisah dari kami secepat ini

Dan aku percaya kawan, bahwa di suatu tempat, disuatu hari nanti....mimpi itu akan terwujud...selamat jalan kawanku semoga kisah kita, aku, kamu, dan mereka akan selalu menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan , selamat jalan kawanku.....selamat datang di kehidupan yang baru...selamat datang di petualangan yang baru......welcome to the jungle.....bersemangat!

Jumat, 31 Agustus 2012

Tak akan lekang oleh waktu

Sobat..pernahkah kau ingat tentang hari lalu, mungkin? saat kita msih bersama-sama melangkah, menatap pada kolong langit yang sama. ataukah mungkin kau masih ingat saat-saat kita kita hanya duduk-duduk...menanti hujan reda..tertawa-tertawa bersama....ah...entahlah apa kau masih mengingatnya.....

Tapi kini aku merasa waktu merubah segalanya. waktu membuatmu dan membuatku berbeda. waktu mungkin mendewasakan, atau justru membuat kita bersikap semakin kekanakan..atau di waktu ini, kita hanya sedang berjalan di arah yang berbeda....

Tapi sebebarnya ada jarak yang membuat kita semakin tidak mengerti satu sama lain. ada tembok yang sulit untuk dirobohkan. dan aku tidak tahu mengapa kini tiba-tiba berdiri tembok kokoh itu. ketika aku coba untuk mengetuk, atau memanggilmu....sepertinya tembok itu benar-benar menghalangiku...dan aku tidak pernah melihatmu...melihatmu yang sama dengan waktu aku mengenalmu dulu...

Yah...rindu ini begitu membuncah hebat....rindu akan persahabatan kita....kadang memang aku merasa lelah untuk kembali mengetuk tembok itu yang rasanya ingin aku hancurkan saja. tapi sudahlah...aku hanya akan berdiri disini saja...menunggumu sambil memutar memori yang tidak pernah lekang oleh waktu...memori bahwa aku pernah punya sahabat sepertimu....

Sabtu, 04 Agustus 2012

untitled saja

Kehidupan terkadang memberikan hikmah, sebuah cerita yang mendewasakan langkah atau kadang, kehidupan hanya memberikan kita sebuah senyuman ataupun tangisan. Tetapi, jika kita mau memahami, dan berpikir sudah semestinya kita belajar dari lembaran-lembaran kehidupan kita yang lalu. Tidak pernah menyesal dengan warna tinta yang di goreskan Sang Maha Esa, karena sudah seharusnya kita percaya bahwa semua yang kita punyai ataupun yang terlepas dari gengggaman merupkan kehendakNya, yang memang terbaik untuk kita.

Ketika kegagalan menyapa kita, ketika pada akihrnya kita menangis hanya untuk menyerah, atau menghentikan langkah, saat itulah kita baru menyadari bahwa kita hanyalah mahluk papa, yang tanpaNya, kita bahkan tidak berdaya. Tentu saja, butuh waktu untuk bangkit. Tentu saja, saat itu kita membutuhkan orang lain untuk bangkit, tapi yang bisa memutuskan untuk mampu melangkah hanyalah diri kita sendiri. Orang lain hanya bisa membantu kita berdiri, pada akhirnya kita sendirilah yang akan mampu menggerakkan kaki untuk melangkah ataupun bahkan berlari. Saat itu sudah seharusnya kita bersyukur karena Dia yang Maha segalanya memberikan kesempatan kita untuk merasa kekurangan, dan kemudian dalam kesempitan tersebut kita akan diajariNya cara untuk menajdi lebih baik.

Saya ingat, saat kecil pernah membaca sebuah buku, dan sampai sekarang kata-katanya msih terekam jelas dalam memori saya, “hidup ini milikmu, ambillah pilihan-pilihan.....pilihan untuk bahagia..pilihan untuk bersedih..semuanya pilihan.” Dan sekarang saya tahu bahwa pilihan untuk menajdi sukses ataupun tidak tergantung pada diri kita sendiri. “Man Jadda wajada”. Yang bersungguh-sungguh.....itu kuncinya....

Jadi, bersemangatlah untuk selalu menjalani hari-hari yang masih dianugrahkan kepada kita. Entah pada hari itu kita berada pada sebuah kesempatan jatuh atau kesempatan untuk menikmati kesuksesan......tetapi yang paling penting adalah kita masih diberi Kesempatan untuk berubah dan kesempatan untuk menjadi manusia yang lebih baik dari kemarin.

“ Yang terpenting bukanlah seberapa sering kamu terjatuh, tapi seberapa tinggi kamu mampu melompat setelah terjatuh...” Djogja-semangat pagee-4 agustus 2012—happy ramadhan

Sabtu, 30 Juni 2012

Menjadi Penonton di Pentas Sendiri

Mungkin benar yang namanya idealisme hanya hidup di bangku-bangku perkuliahan, saat karakter, jiwa-jiwa muda menggelorakan semangat dan harapan. Dan saya tidak tahu, darimana jiwa ini terbentuk, namun jiwa ini masih lekat menggelantung di setiap jengkal langkah. Rasanya sering sekali saya tergoda, meninggalkan idealisme, lalu dengan mudahnya melebur kotor bersama mereka. Namun, hati kecil saya seringkali menjerit. Jadilah, dalam diri saya kini sebuah pentas pemberontakan antara ya dan tidak. Ya untuk berjalan mengikuti waktu, dan tidak untuk mengkhianati idealisme yang terbangun sendiri, tanpa saya sadari.

Seperti beberapa waktu yang lalu, saat sekumpulan bule menabuh gamelan. Harus saya akui, gendhing yang dihasilkan mereka memang mengalun indah. Tetapi, jika boleh jujur, pentas ini tidak lebih hanyalah pementasan dengan notasi-notasi gending tapi tanpa alunan rasa. Maksudnya, para bule tersebut mempelajari notasi, menabuh gamelan dalam pentas teresebut dengan menghasilkan gendhing yang memang diinginkan tapi, tanpa rasa. Filosofi gamelan yang artinya rasa kebersamaan, tidak terasa dalam setiap alunan gendhing yang dihasilkan itu. Secara kasat mata pengrawit bule itu terlihat kompak , namun entah kenapa saya tidak dapat merasakan “olah rasa” nya.

Namun, bagi sebagian orang, pentas bule ini justu mendapatkan apresiasi yang menurut saya sedikit berlebihan. Sebuah kebudayaan asli, yang hampir hilang digerus jaman, justru sedang dinikmati dan dipelajari orang asing. Sedangkan tanpa perasaan yang lebih peka, penonton yang sebagian besar orang Indonesia tersebut malah bergembira, bertepuk tangan. Tak malukah mereka dengan kondisi ini, dimana kini kebudayaan yang seharusnya mereka kuasai justru dikuasai orang asing.

Tak malukah mereka hanya sebagai penonton di pentas mereka sendiri?

Selasa, 08 Mei 2012

kami perantauan

Ini hanyalah sebuah cerita singkat. mungkin juga terlalu sederhana. ini masih tentang sepenggal cerita pengasingan. sebuah jejak yang tidak sengaja terekam kemudian aku beri arti, mungkin. sudah menjadi rahasia umum bahwa kami para perantauan seringkali merindukan kampung halaman. kadang rindu udaranya, kadang rindu orang-orangnya kadang rindu makananannya atau kadang, hanya merasa rindu saja, tanpa ada sebab yang pasti. seperti malam ini, kerinduan begitu hebat membuncah. aku hanya ingin pulang.

Dan malam minggu itu, saat hujan masih rintik-rintik, aku beranjak. Ditemani mioku yang selalu setia sejak aku kuliah, aku menyusuri jalan di kota depok. aksiku ini memang terbilang cukup berani mengingat tingkat kriminalitas di jalan utama yang sedang aku telusuri ini sangat tinggi. tetapi, sudahlah...barangkali..rindu ini yang terlalu bergelayut mesra..dan aku sudah tidak mampu meredamnya lagi.

Motorku berhenti di sebuah warung tenda. di depan sebuah pertokoan yang telah tutup. warung ini terbilang bersih bila dibanding dengan warung-warung tenda lain yang "nemplek" di sepanjang jalan utama depok. tetapi yang membuatku tertarik, warung ini menyediakan berbagai macam menu khas angkringan. yah...barangkali ini akan sedikit meredam rinduku....mungkin....

Saat memilih beberapa makanan yang hendak aku beli, sayup-sayup terdengar obrolan penjual warung ini kepada temannya. sayup-sayup aku mendengar mereka berbahasa jawa. rasanya aneh. dua orang itu berkomunikasi dan tidak ada yang mengerti apa yang mereka katakan, kecuali aku ya. dan saat itu pula aku merasa telah berada dirumah...hmhmh...rasanya benar-benar ingin pulang. " Mbk, lauknya mau dibakar?" suara salah satu penjual itu membuyarkan lamunanku. sambil sedikit tersenyum, aku pun berkata, "Inggih mas," setelah itu aku melihat rona wajah mereka berubah. matanya menajdi sedikit menyipit, mimik mukanya serius "Loh tiyang jawi to mbk? oh iyo..kuwi plat AD......asli solo?" saat itu pula aku diberodong banyak pertanyaan yang akhirnya aku jawab dengan sedikit basa-basi saja. karena mengingat ini sudah malam, dan aku tidak terbiasa bertukar informasi dengan orang asing. dan akupun pamit. hmhmh..walapun singkat tapi rasanya seperti bertemu saudara sendiri. seperti sudah di rumah..ngobrol dengan bahasa jawa.

Ah sepanjang perjalan itu pikiranku menerawang. aku ingat jaman-jaman masih berkutat dengan diktat kuliah, aku selalu heran dengan komunitas-komunitas kedaerahaan yang diikuti teman-temanku. bahkan beberapa kali ada undangan untuk sekedar mengikuti buka bersama bersama komunitas daerahku aku tidak menghadirinya. namun, barangkali saat itu aku masih berada di jawa tengah jadi mash banyak orang-orang yang mempunyai banyak kesamaan adat dengan aku. barangkali, aku belum benar- benar begitu paham dengan gunanya itu. tapi sekarang aku sadar, bahwa komunitas kedaerahan memang diperlukan bagi kami orang perantauan. bukan sekedar untuk gaul-gaulan, tetapi untuk sekadar meredam kerinduan kampung halaman.

Selasa, 01 Mei 2012

Saat jarak telah siap di rentangkan ( Aku Takut )

Tidak terasa sudah lebih satu tahun aku mengasingkan diri. memberi jarak pada orang-orang tercinta. membei ruang untuk diriku sendiri. memberi jalan untuk langkah yang kecil-kecil. memberi ruang agar kedewasaan seegera tumbuh. memberi ruang untuk apalah itu namanya....Dan disinilah aku. menikmati hari di sudut kota depok.

Semuanya terasa singkat sekarang. karena aku benar-benar menikmati waktuku disini. menikmati waktu dengan malaikat-malaikat kecil itu. ssst...Malaikat kecil, aku selalu menyebut mereka seperti itu. karena bagiku mereka ya...malaikat. merekalah yang membuatku kembali tegar saat kepercayaan diriku hampir-hampir runtuh. mereka juga yang akhirnya berhasil membuatku kembali tersenyum. Allah telah mengirimkan padaku malaikat-malaikat kecil untuk menemaniku disini agar aku tidak merasa sendirian, tidak hanya satu, tetapi banyak....

Harus aku akui, sebenarnya, akulah yang belajar banyak dari mereka. orang-orang dewasa seperti kita terkadang terlalu ambisius hingga tidak bisa menikmati kehidupan yang sebenarnya. orang-orang dewasa mungkin terlalu merasa paling benar sendiri, hingga dengan mudahnya memandang remeh orang lain.

Padahal tidak begitu dengan malaikat kecil itu. aku selalu bisa merasakan rasa yang sebenar-benarnya ketika beraada di antara mereka. Tawa yang sebenarnya, senyuman, ketakutan, kecemasan, perjuangan dan semuanya terasa tulus. tidak penuh kepura-puraan. tidak seperti kita orang dewasa yang sering menjadi munafik. karena tuntutan pekerjaan, idelalisme, pencitraan, uang, ah....apalah itu namanya...aku sudah muak.

Dan sungguhpun setiap hari ada saja tingkah polah mereka yang terkadang bikin aku ingin meledak, tapi sebenarnya aku..tidak tahu bagaimana...sudah memberikan ruang tersendiri bagi mereka dalam koridor hatiku. dan kini, aku begitu menjadi sedemikian takutnya saat menyadari bahwa jarak telah siap aku rentangkan kembali, kali ini kepada mereka-malaikat penyelamatku.Ya...aku takut kehilangan kebersamaan ini....

Maaf. hanya ini yang mungkin sering ingin aku ucapkan kepada mereka namun hanya tertahan di kerongkongan. aku hanya tidak mampu berkata-kata kepada mereka. tentang ini. tentang langkah yang ingin aku ambil. sudah pasti nanti aku akan merindukan mereka. sudah pasti aku akan kehilangan waktu-waktu bersama mereka. sudah pasti aku sekarang dilanda ketakutan...keseddihan karena aku harus melakukan ini sekali lagi saat semuanya sudah dalam kendali, saat semuanya sudah nyaman....mereka sudah memberi banyak warna dalam hidupku...

Seiring berjalannya waktu mereka mungkin akan sedikit-sedikit melupakanku. tapi aku...ah apa mungkin aku mampu melupakan suara-suara riang itu...apa mungkin aku sanggup melupakan binar-binar matanya saat brteriak "Kak..nilaiku sembilan...!" atau suara lemah dan sorot mata kekecewaan saat harus memberikan pengakuan kepadaku bahwa mereka harus remidial. Yah sudah pasti aku nanti akan sangat kehilangan kebersamaan ini. sudah pasti aku akan merindukannya.

Dan aku hanya bisa berharap satu hal....meskipun nanti jauh...semoga Allah membantu kami dalam menjaga ukhuwah ini...amin ya Rabb

Senin, 23 April 2012

coretan malam#2

malam selalu memberiku inspirasi. udaranya, hawa dinginnya, kesunyiannya...semua aku suka. apalagi saat-saat aku kecewa, malam selalu memelukku erat dalam keheningannya. lewat malam-malam pula aku coretkan kisah, memang tidak seindah cerita roman yang indah pada akhirnya. tapi, aku selalu percaya diri menuliskannya karena dibalik coretan ini adalah mahakaryaNya. aku selalu percaya diri..karena di setiap adegan, Dia adalah sutradara terbaik!

malam pula yang selalu membisikiku untuk berhenti sejenak, sekedar memberi jeda. sekedar memberi hak jasad untuk beristirahat. tapi malam pula yang mimbikin aku berharap melibihi apapun. berharap bahwa esok...semua mimpi terwujud seperti Abracadabra!

Dan walaupu malam, tidak seterang siang...tapi aku akan tetap selalu menyukainya....insyaallah

Minggu, 08 April 2012

Saat suaranya berbisik lagi....

"Kesendirian adalah seni menyelami diri sendiri. Ia adalah ketegaran saat menyadari bahwa ia adalah dekapan Sang Pencipta,"

Saat suaranya berbisik lagi. Jika aku ceritakan, ah...kata-katanya mengalun indah di telingaku. Begitu cukup untuk membuatku terpana dalam hitungan detik, menit bahkan berjam-jam setelah itu. Kata-katanya menari dalam ruang kosong. Mengisinya. Sungguh penuh, hampir saja tumpah. Tapi aku tidak akan membiarkannya tumpah atau bahkan meleleh kali ini.

Saat suaranya berbisik lagi. Duniaku memang terlihat indah untuk sementara. Ada ceria yang begitu aku rindu datang mengganti kehampaanku. Ada rona merah jambu yang menghiasi wajahku saat ini. membuatku terpaku pada satu kondisi dimana aku hanya ingin waktu ini diperpanjang sebentar saja Allah...

Saat suaranya berbisik lagi. Sepertinya cukup untuk membuatku memaafkan semua yang telah lalu. Menghapus luka yang pernah menganga. Membantuku melupakan bahwa ia hanyalah bagian dari masalalu.

Saat suaranya berbisik lagi.

Untung saja semua sudah terlambat. Karena aku telah meminta Allah-Tuhanku untuk mengganti hatiku dengan hati yang baru. Hati yang masih begitu polos. dan kosong. Jadi aku bisa mengisinya lagi dengan sesuatu yang baru. Jadi aku bisa menulisnya dengan coretan yang baru. Jadi aku bisa melukisnya bersama-sama dengan Dia-Hanya Allah Tuhanku.Allahu akbar....

Selasa, 03 April 2012

Masih tentang nyanyian sumbang di penghujung Maret

di sebuah panggung, beberapa orang mulai menyanyi, suaranya parau, petikan gitarnya kacau.

kalau didengarkan liriknya terdengar terlalu berlebihan, ah jangan tanya nadanya.....tentu saja memekakkan gendang telinga. tapi lagu dan syair inilah yang sering mereka dendangkan untuk rakyat kecil,

awalnya, nyanyian sumbang ini hanya untuk membungkam rakyat, agar rakyat tertidur pulas walaupun dengan perut keroncongan hmm..tapi sepertinya mereka salah....

semakin sumbang mereka menyanyi, semakin semangat rakyat menari,mengimbangi.

mereka pikir...suaranya mampu menina-bobokan orang-orang pinggiran yah...tapi nyatanya justru nyanyian inilah yang akhirnya membangunkan... menjadi membuncah hebat... sebuah gerakan mengatasnamakan rakyat.

Senin, 02 April 2012

Rindu

Rindu. tiba-tiba saja sebuah rasa yang sudah lama aku kenali hadir menyeruak. aku tau ini pasti "rindu" namanya. benar- benar tidak nyaman. aku pernah merasakan berapa tahun yang lalu. rasanya sama, tapi berbeda. ada ruang kosong yang sepertinya semakin melebar saja, semakin aku menyelami perasaanku kedalam, rasanya semakin kosong. aku tahu aku sedang menginginkan kebahagiaan yang disebabkan oleh sesuatu di luar aku, kebahagiaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain. dan sepertinya aku begitu tahu kalau ini sangat bertentangan dengan apa yang aku pahami selama ini. bukankah yang namanya kebahagian itu sebenarnya terletak pada diri kita sendiri.....

stop. aku hanya sedang terlalu jauh...aku harus berhenti...aku tidak ingin terjebak lagi...bukanlah kemarin, aku bisa menikmati lorong-lorong kota ini sendirian. bukankah baru saja aku dengan lantang mengatakan aku tidak akan berani terlalu jauh merasa... tapi...sementara butir-butir bening di kelopak mataku semakin ingin jatuh....aku hanya tahu ini "rindu". dan aku tidak tahu akan kuapakan perasaan ini...

Ya Rabbi, Allah....aku berlindung padaMu dari segala bentuk gundah gulana, aku berlindung padaMu dari segala ketidakpastian...dan aku berlindung padaMu dari segala urusan yang sia-sia...dan aku juga berlindung padaMu dari diriku sendiri, oleh karena itu Allah jangan lepaskan aku pada diriku sendiri walau sekejab saja.....

Jumat, 30 Maret 2012

a Jeda

Jeda.

kalau ingat saat aku ingin memberi jeda, sepetinya itu sudah lebih dari setahun lalu. saat aku menemukanNya dalam hening. saat aku mulai menyukai suara-suara malam. saat aku ingin membangun semua keberanian.Dan kemudian aku memang memberi Jeda. Sebuah jeda yang sebenarnya biasa-biasa saja. Tetapi justru membuatku berlutut pasrah.

Kadangkala memang kita harus memberi Jeda,untuk sekadar merasakan kuasaNya. untuk sekadar mensyukuri nikmatNya yang terkadang terlupakan.Jeda. bukan untuk menghentikan langkah atau melupakan mimpi-mimpi,tetapi Jeda...ah..jeda...kau yang membuatku menjadi selalu merinduNya,Jadi sekarang aku jadi suka,

Tapi setelah aku memberi Jeda,

bukankah saat ini aku harus kembali melangkah?

#bingung#

Rabu, 28 Maret 2012

Sebelum menantang "April"

ya sudahlah, kami hanya rakyat yang tidak tahu apa-apa, kami hanyalah jelata yang tidak pandai berkalkulasi, kami hanyalah..yah.....

Padahal beberapa pilihan sudah di lontarkan, tetapi kalian menganggap menaikkan adalah hal yang terbaik. sudahlah..kami tidak tahu apa-apa.

Jika menaikkan BBM itu adalah harga mati, ya sudahlah naikkan saja....

Toh..selama ini, walaupun sering terjepit, kami masih mampu membayar gaji-gaji kalian yang nyaman duduk di kursi-kursi itu.. ya..kami sadar, kenaikkan BBM akan sedikit membuat kami tertatih.... tapi, maaf nyali kami tidak akan menciut... kami terlalu tangguh untuk melalui ini. atau kami hanya berusaha untuk selalu tangguh, karena setidaknya jerit suara ini tidak didengarkan...dan mungkin disebagian yang lain kini hanya tertahan dikerongkongan....

Jangan lupa belum genap 15 tahun kami melewati reformasi, sudah terlalu sering kami berada dalam ketidakstabilan, ketidakmenentuan,

Jadi, ya sudahlah, kami akan berusaha untuk bersikap tangguh lagi kali ini. walau diramalkan banyak hal yang akan membuat kami semakin tencekik, yasudahlah.....

Tapi, beranikah kalian bersikap setangguh kami?

Setidaknya, Beranikah kalian tidak mencuri lagi dari kami walau cuma sekeping?

Sabtu, 24 Maret 2012

Sedang kembali, akan memiliki banyak arti

Pada akhirnya, setiap orang harus mampu mengambil sebuah keputusan.

Melepaskan lagi, semua yang sudah mulai terbangun dari titik nol. Kalau boleh jujur...sebenarnya aku masih ingin disini. masih ingin menghirup udara di bumi bagian ini. masih ingin berbagi cerita, berproses bersama dengan kalian, teman-teman. Dan tentu saja masih ingin memberi arti pada canda tawa para malaikat kecil itu....

Tapi, aku harus melakukan ini,

zona nyaman ini sudah seperti zat adictif yang membuatku terlena dengar hingar-bingar keindahan dunia. karena terkadang, aku jadi lupa tentang kehidupan lain yang lebih membutuhkan perhatian. aku juga benar-benar tidak mengerti dan tidak sadar bahwa sampai saat ini aku belum melakukan sesuatu untuk mereka. Yah, aku belum melakukan apa-apa untuk mereka. Dan yang membuatku harus menelan ludah, dizona ini aku mengakui kini sedang terjangkiti virus apatis. jika aku terus berada disini, aku khawatir virus ini akan semakin terus menggerogoti kewarasanku.

Jadi, aku harus melakukan ini...

Untuk mereka....dan juga untuk mereka-ku yang mulai merenta dan menanti untuk merengkuh hidup kembali bersama anak gadisnya. rasanya aku tidak kuat saat mendengar suara diujung seberang yang selalu memintaku untuk kembali kepangkuan mereka. yah...mungkin saat ini aku terdengar terlalu "perempuan" kawan. Tapi, bukankah memang aku "perempuan", yang pada kodratnya dianugerahi hati yang sungguh peka. dan bukankah aku hanyalah seorang "perempuan" yang tercipta begitu saja untuk patuh...dan bukankah memang aku "perempuan" kawan, yang pada saatnya nanti aku harus mengikuti tradisi, meninggalkan rumah mereka dan mengabdi untuk seseorang. makanya, sebelum itu terjadi, aku hanya ingin membersamai mereka.

Jadi maafkan aku jika harus kembali. bukan untuk menyerah, kawan. tapi untuk mereka dan mereka-ku. dengar kawan,......Allah, Dia menciptakan kita bukan tanpa arti...jadi, aku hanya ingin semua ini ber-arti. bukan berarti, disini tidak-berarti, tetapi ada satu titik dimana aku merasa harus kembali. melakukan sesuatu yang sama sekali tidak berhubungan dengan materi. jadi maaf kawan, aku harus kembali.

L.O.V.E you all,

Kamis, 15 Maret 2012

Aku ingin kamu, Sabar....

ada satu hari, ketika mimpi sudah tampak di depan mata, ketika semua hanya tinggal satu jengkal saja, tapi....mimpi itu tetap saja menjadi mimpi...tidak pernah terwujud...masih tergeletak, diam dan tak tersentuh hmmm...padahal doa-doa sudah dipanjatkan....

sudah...rasanya aku sudah lelah...

saat-saat seperti ini rasanya ada suara-suara yang membisikkiku untuk mengambil langkah kebelakang,sedikit melupakanMu, sedikit mengabaikanMu, sedikit kufur dari nikmatMu, sedikit...ah..hanya sedikit...sedikit yang membuatku merasa jauh....sedikit yang membuatku semakin tertinggal dari langkah-langkah mereka yang terlanjur lebih dulu mencintaiMu....

tapi dengan sedikit menjauhiMu, justru rasanya aku semakin tidak karuan.

saat-saat dipenuhi kekecewaan seperti ini, aku selalu hanya bisa memejamkan mata. begitu kerdilnya aku ya Rabb di hadapanMu, begitu tak berdayaya aku saat ini.... Dan aku hanya ingin ditemani satu hal yang selalu ingin Kau ajarkan kepadaku,yaitu "sabar."

posting. tidak ada takdir yang tidak baik. Allah yang lebih tau yang terbaik untuk semua hambanya. bukankah Dia adalah perencana yang terbaik?“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al baqarah : 216)

well,aku salalu menyukai ayat itu, karena ayat itu selalu bisa mendamaikan, selalu dapat menenangkan hati, selalu dapat membuatku bertahan bahkan untuk situasi paling sulit sekalipun. Dan untuk itu....aku harus belajar lagi untuk lebih bersabar....lebih ikhlas...dan lebih mensyukuri apapun yang ada...dan sampai sekarangpun, aku masih belajar....untuk kamu, sabar....

Karena aku tidak ingin benar-benar kalah.

"Dan Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, ke¬kurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS 2: 155)

Rabu, 07 Maret 2012

Mungkin aku terlambat

mungkin aku terlambat menyadari, yang disampingku itu Kamu.

yang selalu disampingku itu Kamu. Saat aku ingin menangis karena tidak ada seorangpun yang mengerti,Kau disana, menemaniku dalam diam. Saat semua rasa membuncah hebat, dan aku tak Mampu berkata-kata lagi, Kau lebih tahu perasaanku, melebihi aku sendiri. Dulu,Saat orang lain menyadari kehadiranMu, saat orang lain sibuk mencariMu, mendekatiMu, menjalankan semua titahMu,dimana aku?saat itu aku tak benar-benar pahami arti hadirmu.

lalu sekarang, Kau paksa aku mencariMu sendiri. dalam lembar-lembar yang menceritakan tentang Kamu. kemudian, ketika rindu ini sudah begitu menggebu, aku mencariMu dalam surat cinta-Mu walaupun dengan terbata. aku mencariMu dalam malam, disetiap sujudku, walau tidak sesempurna sujud mereka yang lebih dulu terlanjur mencintaiMu daripada aku.

sungguh Rabbi-ku, aku tertatih, untuk dapat mencintaiMu seperti mereka. yang mencintaiMu, lebih dulu daripada aku. yang mengabdi padaMu lebih dulu daripada aku. sungguh, aku kini menyesali separuh usiaku yang aku habiskan tanpa mau berusaha mengenalMu lebih dekat.

mungkin aku terlambat mencintaiMu seperti mereka........

tapi anehnya

walaupun begitu....walaupun aku tidak seperti mereka.....saat aku membutuhkanMu, tanganMu selalu terbuka untukku yang parah ini.

maka, ijinkan aku mencintaiMu ya rabbi, dengan caraku yang mungkin belum sempurna

Minggu, 04 Maret 2012

Belajar dari Azimah “Berbahagia Menjadi Lajang”

Malam ini, saya benar-benar terhenyak dengan karya Azimah “Berbahagia menjadi Lajang.” Azimah mampu membuat kata-kata yang lembut namun kuat dan memukul saya secara telak.

Menghela nafas dalam-dalam setelah membaca karya ini. rasanya malu sekali. Sungguh, saya baru menyadari , mungkin saja saya "hanya" kurang bersyukur dengan status lajang yang sedang saya sandang. Padahal, setelah membaca karya ini, saya baru benar-benar tersadar, bahwa status lajang yang sedang kita sandang bukan karena kebetulan belaka, tapi memang karena ini kehendakNya. Ada skenario terbaik yang mesti kita lakoni. Dan saya jadi ingat sepenggal kata-kata,Bukankah ketika kita benar-benar dipaksa berjalan sendirian, kita hanya sedang diajari tentang ketangguhan?

Boleh jadi, saat ini kita memang belum setangguh itu. Boleh jadi, saat ini masih banyak yang perlu kita persiapkan dan perbaiki. boleh jadi, pada saatnya nanti, Dia—Allah, hanya ingin kita menjadi yang jauh lebih baik dari ini. Boleh jadi, dengan menjadi lajang membuka pintu amal dan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Dan mungkin juga, saat ini kita masih dibutuhkan untuk tetap melajang. Karena perempuan yang masih lajang, bisa dikatakan bebas bergerak.

Dan semua kemungkinan jadi terdengar masuk akal. Akhirnya saya paham bahwa menjadi lajang adalah salah satu bentuk kasih sayang Allah, karena Dia memberi sedikit kelonggaran walaupun sementara. ya...kelonggaran waktu agar kita menikmati dunia dengan cara kita sendiri. (hihihi egois maksimal)

Dan sebelum waktu mempertemukan saya dengan dia yang namanya tidak boleh disebut ( karena belum tau juga siapa dia…hehehehe) saya akan tetap bergerak, dan semoga saja hari-hari kedepan, saya dimudahkan untuk menjadi manusia yang lebih baik dari kemarin.amin.

Selasa, 28 Februari 2012

Tentang "aku" di penghujung Februari

Well, semuanya masih sama. embun pagi yang sama, teman-teman yang sama,kota yang sama, tapi entah kenapa rasanya sedikit berbeda. aku tidak tahu apa yang kurasakan ini, tapi segalanya terlihat begitu indah dimataku, begitu damai di kalbuku dan begitu tenang di fikiranku....tidak..tidak...aku tidak sedang jatuh cinta....bukankah aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak akan lagi memandang cinta, kecuali untuk dia yang nanti sudah halal untukku. ini juga bukan tentang mimpi-mimpi yang terwujud tiba-tiba. tidak...mimpiku..aku masih berusaha untuk mengejarnya...

Hmmm...aku dibikin terheran-heran...kalau aku memejamkan mata seperti ini, lalu menghirup udara dalam-dalam rasanya, kedamaian menjalari seluruh tubuhku. sepertinya semua gundah yang sering menjangkiti fikirku sirna seketika itu juga. tunggu..aku sedang tidak menggunakan obat penghilang rasa sakit....seingatku...terakhir kali yang aku ingat...aku hanya mencoba memintaNya untuk menjagaku dari semua bentuk kekecewaan. aku hanya meminta itu saja, kemudian pagi harinya, begitu bangun....Dia memberiku ini...sebuah rasa, secuil ketenangan.

Ya Rabb, aku begitu sadar..hidup ini penuh dengan liku-liku. kadang berjalan liar, sedikit menguras emosi,atau tiba-tiba terhenti, ingin menyerah, tak mampu bertahan. tetapi, bukankah Kau selalu mengajari aku untuk dapat melalui ini. ibaratnya ujian, Kau ingin aku menuliskan jawaban yang benar, mengerjakannya dengan tidak curang. dan karena ini ujian, Kau ingin aku mampu menyelesaikannya, karena Kau tahu aku mampu, bukankah Engkau Allah, tidak akan memberi cobaan melebihi batas hambaNya.

Pernah aku pikir, aku akan merasa sepi saat harus melalui lorong-lorong kota ini sendirian. aku pikir sebelah hatiku akan selalu terasa hampa. tapi ternyata aku salah, karena ketika aku memilih jalan ini, yang kudapatkan justru lebih dari ini. Subhanallah!

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ” (2:186).

Sabtu, 18 Februari 2012

Mengisi Ruang kosong

“Adakalanya ketika kita patah hati, saat kita berdoa kepada Allah SWT, perasaan ini menjadi sedemikian halus, hingga tiap doa yang terucap begitu menggena pada hati, dan kita merasa begitu dekat denganNya…”

Kata-kata itu saya kutip dari kata-kata Teh Ninih, mantan istri salah seorang dai yang namanya nggak perlu saya sebutkan. Semua juga sudah tahu kalii…hihihihi…

Well, pada akhirnya saya begitu menikmati setiap malam-malam yang memaksa saya untuk selalu terjaga. Setidaknya, saya dapat beberapa ide untuk sekadar mengisi blog ini…setidaknya saya harus selalu mencari apapun yang bisa saya baca…dan ketemulah saya pada kalimat ini…ups…

Saya rasa, kata-kata ini ada benarnya juga. Saat-saat seperti ini, sebagian orang mungkin tidak begitu mengerti apa yang kita rasakan. Memang hanya sepele masalah hati, dan itu bukan masalah yang besar. Tapi bagi yang ngerasain, ini benar-benar menguras energy. Tidak bisa tidur, tidak nafsu makan padahal perut sudah keroncongan…selalu sedih tanpa sebab yang jelas…(padahal sebabnya Cuma satu…patah hati..hihihihi).

Dan terkadang kita tidak menyadari, bahwa disaat-saat seperti ini, biasanya sujud kita jauh lebih lama dari biasanya. Doa-doa yang dipanjatkanpun lebih mudah mengucur begitu saja, bahkan terkadang disertai airmata. Amalan-amalan sunnahpun dapat dengan mudah dan lancar dijalankan. Hmm…saya jadi terheraaan…biasanya kalau mau puasa sunnah, banyak sekali alesan, takut tambah kurus lah…takut nggak semangat lah kerjanya…tapi kalau lagi mengharu biru gini…rasa-rasanya alesan-alesan klise itu lenyap tak berbekas…

Dan saat-saat seperti ini, rasanya saya lebih dekat denganNya….lebih tenang…lebih tidak takut pada apapun selain Dia. Saya sangat bersyukur karena Dia menarik saya saat saya mungkin sudah jauh melawan arus. Saya lebih bersyukur lagi, Dia masih begitu…..membuat saya jatuh cinta lagi…membuat saya…merinduiNya setiap waktu melebihi waktu-waktu biasanya….

terimakasih teh ninih....(Lhoooooooohhhhh kok......)

Coretan malam

Kalau boleh jujur aku selalu suka malam.

Kalau langit sudah mulai menghitam, dan bulan sudah menampakkan sinarnya, aku selalu ingin menelusurinya. Walaupun udara kemudian mulai dingin, dan pandanganku mulai sedikit mengabur. Aku selalu menyukai berjalan di kegelapan. Sambil sesekali diam.

Kalau berjalan di malam seperti ini, aku selalu memperhatikan orang-orang yang lalu lalang. Mereka bersama keluarga atau sekadar bersama pasangan. Mereka terlihat hangat. Kalau melihat mereka seperti ini, aku jadi rindu ayah ibuku. Aku ingat, kalau malam minggu seperti ini, kami keluar makan malam di sebuah lesehan, tidak sering memang tapi sudah cukup membuatku rindu dengan kebersamaan seperti itu.

Kalau udara sudah semakin menusuk tulang, aku jadi ingat tentang semua rasa yang tak enak. Rasa-rasa yang ingin aku lupakan. Tapi, untung saja kakiku terus melangkah. Dan ini membuatku semakin mengabaikan rasa dingin yang menjalar, begitu juga dengan lara yang hendak aku lupakan.

Kalau diam merenung di kegelapan malam seperti ini, rasanya aku selalu menemukan jawaban tentang semuanya. Atau malah justru, semua pertanyaan tidak butuh jawaban. Yang aku tahu, di setiap kegelapan, di setiap diam, di setiap segalanya, Dia, Sang Penggenggam kehidupan selalu ada…….Laa Tahzan Rika…..

Jumat, 17 Februari 2012

Apa semua adam seperti itu?

Sudah lebih dari dua belas purnama. Ada rongga yang sengaja aku biarkan kosong. Ah…Aku memang sengaja membiarkannya kosong, atau aku hanya terlalu takut untuk mengisinya lagi? Karena masih terdengar begitu jelas ditelingaku. kata-kata itu. Membuatku sering meratap, mengasingkan diri saat malam memanggil. Membuatku berfikir, Apa semua adam seperti itu?

Sejak itu, kubiarkan hati memasung sunyi. Biar…biar…aku sudah lelah. Aku terlanjur luka. Huh…kupikir saat itu hanya aku yang mampu menyinarimu, tapi ternyata begitu banyak bintang bertaburan di malammu. Apa semua adam seperti itu?

Mungkin benar, tak ada yang lebih tabah dari hujan di bulan ini. Saat rintiknya menghapus semua yang berbekas. Saat dinginnya memaksaku melepas tangis. Untuk siapa? Untuk adam seperti itukah?

Dipenghujung bulan ini, apa aku akan masih seperti kapas yang terhempas di udara.?

Aku takut. Apa semua adam seperti itu?

Kamis, 16 Februari 2012

Maaf,

Aku tidak sedang menyesal. Karena penyesalan sama artinya dengan aku mengutuki diriku sendiri. Aku hanya teringat beberapa keping kenangan yang tiba-tiba saja melesat di angan. Kalau aku ingat-ingat rasanya aku pernah salah dalam "mengenali" kawan. Aku terlalu muda saat itu. Dan selalu saja, aku mengikuti aliran darahku. Bergejolak. Susah dikendalikan. Dan aku sering meninggalkan kawan itu sendirian. aku memang tidak ingin terlalu merasai hatiku saat itu.

Kalau dulu aku benar-benar menyadari kalau waktu tidak mampu kembali berputar sesuai dengan periodisasi yang aku inginkan, tentu saja aku tidak semudah itu melawan . Saat waktu memberi ruangnya kepadaku untuk lebih mengenali mereka, bukankah aku semestinya berada disisi mereka. Menertawakan badai atau hanya duduk-duduk di sebuah kursi panjang sambil menanti hujan reda? Ahhh….nyatanya saat itu, aku tak berada di sana membersamai mereka.

Tapi, bukankah aku adalah orang yang sangat beruntung? kawan itu selalu membuka pintunya saat aku kembali mengetuk. Saat aku ingin berteduh. Tuhan, Kau begitu sempurna menciptakan orang-orang ini. dan Kau begitu……menurunkan sifat welas asihMu kepada mereka. Aku memang tidak pandai merangkai kata untuk mengucap maaf. Tapi….maaf kawan…..

Selasa, 14 Februari 2012

Tentang mereka, saya dan kaum terpinggirkan

Setiap pulang kerja kira-kira pukul Sembilan malam , saya selalu melihat anak-anak kecil berpakaian kumal menyodorkan tangannya kepada mereka yang berhenti di lampu merah. Pemandangan ini Kontras sekali dengan anak-anak yang saya ajar tiap harinya. Mereka sama saja anak-anak. Bedanya, anak yang dijalanan ini mungkin lebih tidak beruntung. Kehidupan memaksa mereka untuk mengais rejeki seperti orang dewasa walaupun waktunya belum terlalu tepat bagi mereka, Mungkin.

Setiap kali melihat anak jalanan ini saya selalu teringat dengan isi pembukaan UUD’45 Alinea IV yang menegaskan bahwa tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah : Pertama; melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua; untuk memajukan kesejahteraan umum. Ketiga : mencerdaskan kehidupan bangsa, Selanjutnya di dalam Pasal 34 UUD 1945 menegaskan : (1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Regulasi untuk melindungi anak jalanan dan fakir miskin di negri ini memang sudah dibuat bahkan kebijakan ini telah ada secara implicit saat negri ini baru berdiri. Hanya saja, implementasinya mungkin yang belum benar-benar sempurna.

Sebagian orang hanya saling menyalahkan, Mungkin. Sebagian golongan hanya berani menyalahkan kinerja pemerintah tanpa berbuat apapun. Okay, kita perlu sepakat dulu disini bahwa pemerintah kita sedang terlalu berkecamuk. Banyak persoalan yang memang harus diselesaikan. Dan jika kita hanya menanti aksi dari pemerintah untuk melakukan perbaikan, rasanya saya kok tidak sabaran ya untuk menantinya….

Ada lagi sebagian dari mereka yang peduli dengan nasib anak-anak jalanan ini, yang secara personal atau kelopok mencoba membantu. Mendirikan rumah singgah atau sekadar rumah baca. Tujuannya jelas, mereka hanya ingin melakukan sesuatu, tidak besar memang tapi setidaknya mereka lebih mengutamakan aksinya daripada sekadar menanti pemerintah turun tangan. Dan golongan seperti inilah yang diperlukan bangsa ini. segolongan orang yang peduli dengan caranya sendiri.

Sekali lagi, tentu saja kita berada di pihak yang ingin membantu anak-anak yang kurang beruntung itu. Tapi apa jadinya jika kita belum cukup mampu untuk mendirikan rumah singgah atau kita sedang tidak bergabung dengan komunitas sejenis rumah singgah?

lakukanlah yang bisa dilakukan, walaupun kecil. Saya teringat dengan salah satu penggalan ayat alqur’an yang intinya, disebagian rezki yang diberikan Allah kepada kita terdapat hak mereka—kaum yang kurang beruntung. Jadi, walaupun sekarang kita bukan jutawan, tetapi jika kita mengaku peduli dengan nasib kaum yang kurang beruntung itu, mari bersama-sama menyisihkan rejeki kita. bukankah memang mereka punya hak atas rejeki yang dilewatkan Tuhan kepada kita? dan apa salahnya berbagi?

Dan saya, selalu berdoa untuk mereka, Ya Rabbi, jika atap dunia tidak cukup untuk melindungi mereka, ijinkanlah mereka berlindung di langitMu… jika kasih sayang umatMu tidak cukup menghangatkan mereka, cukuplah Kasih sayangMu untuk mereka….dan jika Engkau berkenan, kuatkan kami agar kami mampu melakukan sesuatu untuk mereka suatu saat nanti….