Selasa, 06 November 2012

Tumbuh suburnya mitos dalam sejarah Indonesia

Kolonialisme Belanda di Indonesia sudah sering ditulis dalam buku-buku sejarah terjadi selama 350 tahun. Dihitung sejak kedatangan Belanda di Indonesia. Onghokham mengutuk keras pandangan ini dan mencoba menguraikan bahwa pada awal mulanya, Belanda dalam hal ini datang hanya berdagang, pada saat itu pula, masih ada kekuasaan lokal yang berkuasa. Kolonialisme yang terjadi di Indonesia terjadi tepatnya setelah VOC bangrut dan kemudian wewenang VOC diambil langsung oleh pemerintah Belanda. Dan itu tidak ada 350 tahun. Penjajahan 350 tahun yang sering ditulis di buku-buku sejarah tidak terbukti kebenarannya. Tetapi, hal ini sudah terlanjur melekat dalam ingatan bawah sadar masyarakat Indonesia. Hal inilah yang kemudian dikatakan Onghokham sebagai mitos.

Dalam artikel ini, Onghokham membahas tentang “mitos” yang ada dalam sejarah Indonesia. Mitos menurut Onghokham tidak hanya berkisar tentang peristiwa-peristiwa luar biasa yang dialami manusia seperti mitos yang ada dalam pararaton, atau mitos dalam babad tanah jawi, tetapi jika boleh memberikan sedikit argument, mitos yang coba diuraikan Onghokham dalam artikel ini, sepertinya mirip dengan pengertian mitos menurut Locher.

Menurut Locher yang dikutip P. Swantoro, mitos menunjuk wahana bahasa pada peristiwa-peristiwa yang dipandang oleh manusia sangat essensial bagi eksistensinya, yang memberi arti (bagi manusia tersebut-red) pada masa sekarang, masa lalu, dan masa depan sekaligus. Dengan demikian, pentingnya “mitos” tidak tergantung apakah kisahnya mempunyai makna atau tidak menurut penglihatan kita. Peranan mitos tidak juga tergantung pada apakah kisahnya betul-betul terjadi menurut pengetahuan ilmiah kita.

Selain dari artikel The myth of colonialism in Indonesia : Java and the rise of Dutch colonialsm, dalam artikel lain yang berjudul Revolusi Indonesia : Mitos dan Realitas, Onghokham juga masih menyinggung tentang tumbuh suburnya “mitos” dalam sejarah indonesia. Menurutnya, Revolusi kemerdekaan yang berlangsung sejak akhir tahun 1945 hingga akhir tahun 1949 akan tetap menjadi mitos dalam memelihara dan mendorong nasionalisme pada masa sekarang maupun masa-masa yang akan datang. Begitu pentingnya makna revolusi bagi eksistensi masyarakat bangsa dan Negara Indonesia, menjadi sesuatu yang dimitoskan, maka akan selalu ada bahaya bahwa revolusi itu dipergunakan oleh berbagai pihak untuk mencati legitimasi atas kedudukan atau perannya di masa kini, dan di masa depan, misalnya dengan mengklaim bahwa pihaknyalah yang paling berperan atau paling menentukan keberhasilan revolusi tersebut. Jadi secara politik, ada bahaya bahwa makna revolusi dimanipulir untuk tujuan-tujuan politik praktis oleh kelompok tertentu. Bahaya dari itu adalah bahwa fakta atau proses sejarah dipakai seenaknya saja oleh tokoh politik, cendekiawan dll. Hal ini akan mengaburkan pandangan masyarakat mengenai kedudukan ilmu sejarah dan konsepsinya mengenai sejarah.

Dengan menyadari bahwa mitos sangat lekat sekali dengan sejarah, dan mitos memang sering dimanfaatkan kelompok tertentu untuk mencari legitimasi, tetapi tidak lantas membuat kita menjadi antipasti terhadap keberadaan mitos, karena disadari atau tidak, mitos yang muncul dalam masyarakat mencerminkan mentalitas masyarakat pada masa itu. Mitos, legenda populer, konsepsi-konsepsi mengenai gama, kepercayaan moral dan sebagainya, mencerminkan fakta social. Jadi, mitos masih sangat berguna dalam historiografi kita. Ada baiknya sejarahwan harus cerdas saat harus memberi jarak antara mitos dan realita- antara sastra dan fakta. Sejarahwan harus lebih peka dalam memberi arti dalam setiap peristiwa sejarah. Akan tetapi, sejarahwan tetap tidak dapat seenaknya mengubah sejarah.

Bahan bacaan : The myth of colonialism in Indonesia : Java and the rise of Dutch colonialsm, Onghokham P. Swantoro, Dari Buku ke Buku : Sambung menyambung menjadi satu . (Jakarta,2002) Onghokham, Revolusi Indonesia : Mitos dan Realitas dalam majalah Prisma no.8 tahun 1985 Onghokham, Wahyu Yang Hilang Negeri Yang Guncang ( Jakarta, 2003) Kuntowijoyo. Metodologi sejarah,( Yogyakarta,2003 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semangat