Senin, 18 Maret 2013

memberi langkah pada impian

saat merasa sedih seperti ini. saat ingin didengarkan. saat lelah untuk melangkah. saat merasa tidak ada harapan. saat semua sudah menemukan tambatan, saat orang2 sudah sibuk dengan pemikiran. saat langkah-langkah kemudian menjadi merasa berat. saat ingin mengeluh. saat tidak tahu harus beradu dengan siapa. saat semua mimpi menjadi kabur. saat tidak tahu kemana harus bergantung. saat jarak terbentang. saat semua langkah mungkin saja berhenti disini atau sengaja dihentikan.

atau saat-saat kita ingin menutup telinga dari suara bising orang-orang. atau saat kita hanya terdiam mendengar ocehan mereka yang terkadang menjemukan. tapi disini, kita tidak sedang belajar untuk menunjukkan siapa yang terhebat. hanya saja, saat menjadi manusia kita memang harus saling mendengarkan.

menjadi manusia yang terkadang terasing di dunia sendiri hanya menjadikan kita sebagai seorang pendiam saat sebenarnya ingin bersuara. tetapi dengan diam, dengan memahami sebagian dari keinginan mereka, ini tidak lantas membuatmu hancur luluh lantak.

ingat, masih ada mimpi yang menanti untuk segera diwujudkan. boleh saja, mereka membuatmu takut untuk melangkah, tapi untuk mewujudkan mimpi-mimpimu sendiri, sepertinya ini tidak perlu melibatkan mereka. kamu hanya perlu fokus. kamu hanya perlu Dia-Yang Maha Mengabulkan.

sudah terlanjur sampai disini. manamungkin akan menyerah. apalagi hanya karena ocehan yang tidak beralasan. lagipula, untuk menjadi hebat tidak perlu berusaha membuktikan kepada mereka. sanjungan justru akan menjadikan jumawa. jadi, tetaplah berisi, tetaplah menunduk, tetaplah memberi langkah pada mimpi ini.

Senin, 11 Maret 2013

manusia apatis

merasa ketakutan. takut saat berucap. takut saat bersikap. takut menengadah. takut menjadi terdiam. padahal, kami tidak mempunyai tujuan apapun. tetapi seringkali, tatapan manusia-manusia menjadi begitu sadis saat ada sedikit kritik yang terlontarkan. hei, ini bukan dunia anti kritik persis seperti ciptaan dunia orde baru. tetapi apa daya, saat semua ruang terkunci rapat-rapat dan tidak ada sedikit celah untuk merapat, kami hanya pasrah. kami tidak punya daya apapun untuk melawan.

tetapi ingat, kami hanyalah manusia biasa yang masih mempunyai kepekaan. kami tidak buta dengan kejanggalan. kami hanya sedang membungkam diri, menyengaja untuk menjadi bisu kemudian menutup mata rapat-rapat.

.

dan kemudian, saat hari mulai pagi. kami terpaksa harus memutuskan untuk menjadi manusia apatis.