Selasa, 06 November 2012

Tradisi penulisan tradisional, legitimasi kekuasaan raja

Historiografi tradisonal biasanya berisi kisah para raja atau seorang raja tertentu yang terkesan diagung-agungkan. Selain itu dalam historiografi lokal juga memuat tentang asal-usul suatu kerajaan . Pengagungan raja ini dapat dilihat dari beberapa tulisan-tulisan para pujangga masa itu seperti dalam babad tanah jawi ataupun juga dalam kitab pararaton. Dalam Pararaton misalnya banyak membicarakan tentang pengangungan Ken Arok sebagai keturunan Batara Guru, Siwa. Untuk lebih meyakinkan lagi bahwa Ken Arok adalah memang keturunan raja, tulisan dalam pararaton dibuat justru terkesan berlebihan.Hal yang sama juga ditemukan dalam historiografi lokal lainnya, Babad Tanah Jawi. Babad tanah Jawi yang menceritakan tentang asal muasal kerajaan Mataram juga digunakan untuk melegitimasi kekusaan raja saat itu, misalnya silsilah rajanya.

Dalam historigrafi tradisional, pujangga memasukkan mitos ke dalam tulisannya. menurut C.C Berg yang dikutip Soejatmoko, mitos adalah narasi sejarah yang telah memasyarakat. Mitos merupakan citra tentang peristiwa dan kurun sejarah, yang dalam sebagian berasal dari fakta-fakta yang dihasilkan oleh penyelidikan-penyelidikan ilmiah, dalam sebagian lagi berdasarkan interpretasi sementara mengenai fakta-fakta itu, tetapi sebagian lain merupakan hasil konstruksi dasar dari pemuasan kebutuhan individual dan social bawah sadar yang amat dalam. Mitos merupakan alat penolong bagi manusia dalam orientasinya di dunia, berkaitan dengan masa lampau, masa kini dan masa depan dari kehidupannya dan berkaitan dengan kehidupan alam baka. dalam babad, mitos dan symbol memainkan peranan yang lebih penting daripada pararaton. Gambaran jawa mengenai masa lampau telah cukup banyak menyerap mitos India dalam masa kontak cultural India-Jawa. Itulah sebabnya dalam penulisan tradisional, legitimasi kekuasaan yang tertuang dalam silsilah raja- raja jawa biasanya memuat tentang Dewa yang ada di India.

Perspektif “kacamata kuda” yang sering digunakan oleh pujangga keraton untuk menghasilkan karya-karya tradisi itu menjadikan para sejarahwan beranggapan bahwa karya para pujangga yang banyak bersandar pada sesuatu yang terjadi pada masa lalu itu hanya bersifat politis dan bukan historis. Hal ini diperkuat dengan pendapat J.J Ras dalam tulisannya tentang Babad Tanah jawi yang berpendapat bahwa dokumen dinasti seperti babad tidak pernah dapat digunakan sama seperti menggunakan dokumen VOC. Tetapi pendapat ini ditentang oleh M.C. Ricklefs. Menurutnya, semua sumber baik lokal maupun asing harus diperlakukan sama. Yang penting dilakukan adalah perlu diterapkannya kritik sejarah yang normal dan kritis terhadap sumber-sumber tersebut.

Walaupun mempunyai unsur subjektivitas yang sangat kental, Tradisi penulisan tradisioanl yang sering diartikan sebagai karya sastra tidak lantas dapat diabaikan begitu saja. Seperti pendapat Taufik Abdullah yang dikutip Bambang Purwanto, melalui karya sastra kita dapat memahami proses masa lalu dan menagkap kembali struktur waktu dari realitas. Lebih lanjut, Taufik Abdullah menambahkan bahwa karya sastra merupakan pengalaman kolektif pengarang dan merefleksikan susasana waktu ketika karya itu diciptakan. Dengan kata lain, melalui babad, mitos dan jenis tradisi penulisan tradisional yang lain, dapat diketahui pola pikir masyarakat, kondisi social, perekonomian masyarakatnya, bahkan situasi politik pada saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semangat