Selasa, 14 Februari 2012

Tentang mereka, saya dan kaum terpinggirkan

Setiap pulang kerja kira-kira pukul Sembilan malam , saya selalu melihat anak-anak kecil berpakaian kumal menyodorkan tangannya kepada mereka yang berhenti di lampu merah. Pemandangan ini Kontras sekali dengan anak-anak yang saya ajar tiap harinya. Mereka sama saja anak-anak. Bedanya, anak yang dijalanan ini mungkin lebih tidak beruntung. Kehidupan memaksa mereka untuk mengais rejeki seperti orang dewasa walaupun waktunya belum terlalu tepat bagi mereka, Mungkin.

Setiap kali melihat anak jalanan ini saya selalu teringat dengan isi pembukaan UUD’45 Alinea IV yang menegaskan bahwa tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah : Pertama; melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua; untuk memajukan kesejahteraan umum. Ketiga : mencerdaskan kehidupan bangsa, Selanjutnya di dalam Pasal 34 UUD 1945 menegaskan : (1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Regulasi untuk melindungi anak jalanan dan fakir miskin di negri ini memang sudah dibuat bahkan kebijakan ini telah ada secara implicit saat negri ini baru berdiri. Hanya saja, implementasinya mungkin yang belum benar-benar sempurna.

Sebagian orang hanya saling menyalahkan, Mungkin. Sebagian golongan hanya berani menyalahkan kinerja pemerintah tanpa berbuat apapun. Okay, kita perlu sepakat dulu disini bahwa pemerintah kita sedang terlalu berkecamuk. Banyak persoalan yang memang harus diselesaikan. Dan jika kita hanya menanti aksi dari pemerintah untuk melakukan perbaikan, rasanya saya kok tidak sabaran ya untuk menantinya….

Ada lagi sebagian dari mereka yang peduli dengan nasib anak-anak jalanan ini, yang secara personal atau kelopok mencoba membantu. Mendirikan rumah singgah atau sekadar rumah baca. Tujuannya jelas, mereka hanya ingin melakukan sesuatu, tidak besar memang tapi setidaknya mereka lebih mengutamakan aksinya daripada sekadar menanti pemerintah turun tangan. Dan golongan seperti inilah yang diperlukan bangsa ini. segolongan orang yang peduli dengan caranya sendiri.

Sekali lagi, tentu saja kita berada di pihak yang ingin membantu anak-anak yang kurang beruntung itu. Tapi apa jadinya jika kita belum cukup mampu untuk mendirikan rumah singgah atau kita sedang tidak bergabung dengan komunitas sejenis rumah singgah?

lakukanlah yang bisa dilakukan, walaupun kecil. Saya teringat dengan salah satu penggalan ayat alqur’an yang intinya, disebagian rezki yang diberikan Allah kepada kita terdapat hak mereka—kaum yang kurang beruntung. Jadi, walaupun sekarang kita bukan jutawan, tetapi jika kita mengaku peduli dengan nasib kaum yang kurang beruntung itu, mari bersama-sama menyisihkan rejeki kita. bukankah memang mereka punya hak atas rejeki yang dilewatkan Tuhan kepada kita? dan apa salahnya berbagi?

Dan saya, selalu berdoa untuk mereka, Ya Rabbi, jika atap dunia tidak cukup untuk melindungi mereka, ijinkanlah mereka berlindung di langitMu… jika kasih sayang umatMu tidak cukup menghangatkan mereka, cukuplah Kasih sayangMu untuk mereka….dan jika Engkau berkenan, kuatkan kami agar kami mampu melakukan sesuatu untuk mereka suatu saat nanti….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semangat