Selasa, 28 Februari 2012

Tentang "aku" di penghujung Februari

Well, semuanya masih sama. embun pagi yang sama, teman-teman yang sama,kota yang sama, tapi entah kenapa rasanya sedikit berbeda. aku tidak tahu apa yang kurasakan ini, tapi segalanya terlihat begitu indah dimataku, begitu damai di kalbuku dan begitu tenang di fikiranku....tidak..tidak...aku tidak sedang jatuh cinta....bukankah aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak akan lagi memandang cinta, kecuali untuk dia yang nanti sudah halal untukku. ini juga bukan tentang mimpi-mimpi yang terwujud tiba-tiba. tidak...mimpiku..aku masih berusaha untuk mengejarnya...

Hmmm...aku dibikin terheran-heran...kalau aku memejamkan mata seperti ini, lalu menghirup udara dalam-dalam rasanya, kedamaian menjalari seluruh tubuhku. sepertinya semua gundah yang sering menjangkiti fikirku sirna seketika itu juga. tunggu..aku sedang tidak menggunakan obat penghilang rasa sakit....seingatku...terakhir kali yang aku ingat...aku hanya mencoba memintaNya untuk menjagaku dari semua bentuk kekecewaan. aku hanya meminta itu saja, kemudian pagi harinya, begitu bangun....Dia memberiku ini...sebuah rasa, secuil ketenangan.

Ya Rabb, aku begitu sadar..hidup ini penuh dengan liku-liku. kadang berjalan liar, sedikit menguras emosi,atau tiba-tiba terhenti, ingin menyerah, tak mampu bertahan. tetapi, bukankah Kau selalu mengajari aku untuk dapat melalui ini. ibaratnya ujian, Kau ingin aku menuliskan jawaban yang benar, mengerjakannya dengan tidak curang. dan karena ini ujian, Kau ingin aku mampu menyelesaikannya, karena Kau tahu aku mampu, bukankah Engkau Allah, tidak akan memberi cobaan melebihi batas hambaNya.

Pernah aku pikir, aku akan merasa sepi saat harus melalui lorong-lorong kota ini sendirian. aku pikir sebelah hatiku akan selalu terasa hampa. tapi ternyata aku salah, karena ketika aku memilih jalan ini, yang kudapatkan justru lebih dari ini. Subhanallah!

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. ” (2:186).

Sabtu, 18 Februari 2012

Mengisi Ruang kosong

“Adakalanya ketika kita patah hati, saat kita berdoa kepada Allah SWT, perasaan ini menjadi sedemikian halus, hingga tiap doa yang terucap begitu menggena pada hati, dan kita merasa begitu dekat denganNya…”

Kata-kata itu saya kutip dari kata-kata Teh Ninih, mantan istri salah seorang dai yang namanya nggak perlu saya sebutkan. Semua juga sudah tahu kalii…hihihihi…

Well, pada akhirnya saya begitu menikmati setiap malam-malam yang memaksa saya untuk selalu terjaga. Setidaknya, saya dapat beberapa ide untuk sekadar mengisi blog ini…setidaknya saya harus selalu mencari apapun yang bisa saya baca…dan ketemulah saya pada kalimat ini…ups…

Saya rasa, kata-kata ini ada benarnya juga. Saat-saat seperti ini, sebagian orang mungkin tidak begitu mengerti apa yang kita rasakan. Memang hanya sepele masalah hati, dan itu bukan masalah yang besar. Tapi bagi yang ngerasain, ini benar-benar menguras energy. Tidak bisa tidur, tidak nafsu makan padahal perut sudah keroncongan…selalu sedih tanpa sebab yang jelas…(padahal sebabnya Cuma satu…patah hati..hihihihi).

Dan terkadang kita tidak menyadari, bahwa disaat-saat seperti ini, biasanya sujud kita jauh lebih lama dari biasanya. Doa-doa yang dipanjatkanpun lebih mudah mengucur begitu saja, bahkan terkadang disertai airmata. Amalan-amalan sunnahpun dapat dengan mudah dan lancar dijalankan. Hmm…saya jadi terheraaan…biasanya kalau mau puasa sunnah, banyak sekali alesan, takut tambah kurus lah…takut nggak semangat lah kerjanya…tapi kalau lagi mengharu biru gini…rasa-rasanya alesan-alesan klise itu lenyap tak berbekas…

Dan saat-saat seperti ini, rasanya saya lebih dekat denganNya….lebih tenang…lebih tidak takut pada apapun selain Dia. Saya sangat bersyukur karena Dia menarik saya saat saya mungkin sudah jauh melawan arus. Saya lebih bersyukur lagi, Dia masih begitu…..membuat saya jatuh cinta lagi…membuat saya…merinduiNya setiap waktu melebihi waktu-waktu biasanya….

terimakasih teh ninih....(Lhoooooooohhhhh kok......)

Coretan malam

Kalau boleh jujur aku selalu suka malam.

Kalau langit sudah mulai menghitam, dan bulan sudah menampakkan sinarnya, aku selalu ingin menelusurinya. Walaupun udara kemudian mulai dingin, dan pandanganku mulai sedikit mengabur. Aku selalu menyukai berjalan di kegelapan. Sambil sesekali diam.

Kalau berjalan di malam seperti ini, aku selalu memperhatikan orang-orang yang lalu lalang. Mereka bersama keluarga atau sekadar bersama pasangan. Mereka terlihat hangat. Kalau melihat mereka seperti ini, aku jadi rindu ayah ibuku. Aku ingat, kalau malam minggu seperti ini, kami keluar makan malam di sebuah lesehan, tidak sering memang tapi sudah cukup membuatku rindu dengan kebersamaan seperti itu.

Kalau udara sudah semakin menusuk tulang, aku jadi ingat tentang semua rasa yang tak enak. Rasa-rasa yang ingin aku lupakan. Tapi, untung saja kakiku terus melangkah. Dan ini membuatku semakin mengabaikan rasa dingin yang menjalar, begitu juga dengan lara yang hendak aku lupakan.

Kalau diam merenung di kegelapan malam seperti ini, rasanya aku selalu menemukan jawaban tentang semuanya. Atau malah justru, semua pertanyaan tidak butuh jawaban. Yang aku tahu, di setiap kegelapan, di setiap diam, di setiap segalanya, Dia, Sang Penggenggam kehidupan selalu ada…….Laa Tahzan Rika…..

Jumat, 17 Februari 2012

Apa semua adam seperti itu?

Sudah lebih dari dua belas purnama. Ada rongga yang sengaja aku biarkan kosong. Ah…Aku memang sengaja membiarkannya kosong, atau aku hanya terlalu takut untuk mengisinya lagi? Karena masih terdengar begitu jelas ditelingaku. kata-kata itu. Membuatku sering meratap, mengasingkan diri saat malam memanggil. Membuatku berfikir, Apa semua adam seperti itu?

Sejak itu, kubiarkan hati memasung sunyi. Biar…biar…aku sudah lelah. Aku terlanjur luka. Huh…kupikir saat itu hanya aku yang mampu menyinarimu, tapi ternyata begitu banyak bintang bertaburan di malammu. Apa semua adam seperti itu?

Mungkin benar, tak ada yang lebih tabah dari hujan di bulan ini. Saat rintiknya menghapus semua yang berbekas. Saat dinginnya memaksaku melepas tangis. Untuk siapa? Untuk adam seperti itukah?

Dipenghujung bulan ini, apa aku akan masih seperti kapas yang terhempas di udara.?

Aku takut. Apa semua adam seperti itu?

Kamis, 16 Februari 2012

Maaf,

Aku tidak sedang menyesal. Karena penyesalan sama artinya dengan aku mengutuki diriku sendiri. Aku hanya teringat beberapa keping kenangan yang tiba-tiba saja melesat di angan. Kalau aku ingat-ingat rasanya aku pernah salah dalam "mengenali" kawan. Aku terlalu muda saat itu. Dan selalu saja, aku mengikuti aliran darahku. Bergejolak. Susah dikendalikan. Dan aku sering meninggalkan kawan itu sendirian. aku memang tidak ingin terlalu merasai hatiku saat itu.

Kalau dulu aku benar-benar menyadari kalau waktu tidak mampu kembali berputar sesuai dengan periodisasi yang aku inginkan, tentu saja aku tidak semudah itu melawan . Saat waktu memberi ruangnya kepadaku untuk lebih mengenali mereka, bukankah aku semestinya berada disisi mereka. Menertawakan badai atau hanya duduk-duduk di sebuah kursi panjang sambil menanti hujan reda? Ahhh….nyatanya saat itu, aku tak berada di sana membersamai mereka.

Tapi, bukankah aku adalah orang yang sangat beruntung? kawan itu selalu membuka pintunya saat aku kembali mengetuk. Saat aku ingin berteduh. Tuhan, Kau begitu sempurna menciptakan orang-orang ini. dan Kau begitu……menurunkan sifat welas asihMu kepada mereka. Aku memang tidak pandai merangkai kata untuk mengucap maaf. Tapi….maaf kawan…..

Selasa, 14 Februari 2012

Tentang mereka, saya dan kaum terpinggirkan

Setiap pulang kerja kira-kira pukul Sembilan malam , saya selalu melihat anak-anak kecil berpakaian kumal menyodorkan tangannya kepada mereka yang berhenti di lampu merah. Pemandangan ini Kontras sekali dengan anak-anak yang saya ajar tiap harinya. Mereka sama saja anak-anak. Bedanya, anak yang dijalanan ini mungkin lebih tidak beruntung. Kehidupan memaksa mereka untuk mengais rejeki seperti orang dewasa walaupun waktunya belum terlalu tepat bagi mereka, Mungkin.

Setiap kali melihat anak jalanan ini saya selalu teringat dengan isi pembukaan UUD’45 Alinea IV yang menegaskan bahwa tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah : Pertama; melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kedua; untuk memajukan kesejahteraan umum. Ketiga : mencerdaskan kehidupan bangsa, Selanjutnya di dalam Pasal 34 UUD 1945 menegaskan : (1) Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. (2) Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Regulasi untuk melindungi anak jalanan dan fakir miskin di negri ini memang sudah dibuat bahkan kebijakan ini telah ada secara implicit saat negri ini baru berdiri. Hanya saja, implementasinya mungkin yang belum benar-benar sempurna.

Sebagian orang hanya saling menyalahkan, Mungkin. Sebagian golongan hanya berani menyalahkan kinerja pemerintah tanpa berbuat apapun. Okay, kita perlu sepakat dulu disini bahwa pemerintah kita sedang terlalu berkecamuk. Banyak persoalan yang memang harus diselesaikan. Dan jika kita hanya menanti aksi dari pemerintah untuk melakukan perbaikan, rasanya saya kok tidak sabaran ya untuk menantinya….

Ada lagi sebagian dari mereka yang peduli dengan nasib anak-anak jalanan ini, yang secara personal atau kelopok mencoba membantu. Mendirikan rumah singgah atau sekadar rumah baca. Tujuannya jelas, mereka hanya ingin melakukan sesuatu, tidak besar memang tapi setidaknya mereka lebih mengutamakan aksinya daripada sekadar menanti pemerintah turun tangan. Dan golongan seperti inilah yang diperlukan bangsa ini. segolongan orang yang peduli dengan caranya sendiri.

Sekali lagi, tentu saja kita berada di pihak yang ingin membantu anak-anak yang kurang beruntung itu. Tapi apa jadinya jika kita belum cukup mampu untuk mendirikan rumah singgah atau kita sedang tidak bergabung dengan komunitas sejenis rumah singgah?

lakukanlah yang bisa dilakukan, walaupun kecil. Saya teringat dengan salah satu penggalan ayat alqur’an yang intinya, disebagian rezki yang diberikan Allah kepada kita terdapat hak mereka—kaum yang kurang beruntung. Jadi, walaupun sekarang kita bukan jutawan, tetapi jika kita mengaku peduli dengan nasib kaum yang kurang beruntung itu, mari bersama-sama menyisihkan rejeki kita. bukankah memang mereka punya hak atas rejeki yang dilewatkan Tuhan kepada kita? dan apa salahnya berbagi?

Dan saya, selalu berdoa untuk mereka, Ya Rabbi, jika atap dunia tidak cukup untuk melindungi mereka, ijinkanlah mereka berlindung di langitMu… jika kasih sayang umatMu tidak cukup menghangatkan mereka, cukuplah Kasih sayangMu untuk mereka….dan jika Engkau berkenan, kuatkan kami agar kami mampu melakukan sesuatu untuk mereka suatu saat nanti….

Selasa, 07 Februari 2012

Filosofi Barbie

Barbie. Saya yakin setiap anak perempuan mempunyainya ( termasuk saya…hahahahah). Boneka yang satu ini selalu kelihatan cantik. Berambut indah, berbadan seksi, dan senyum menawan. Perfect! Senyumnya selalu mengisyaratkan pada kita, bahwa dia bahagia mempunyai penampakan seperti itu. Belum percaya kalau si Barbie ini bahagia? Tengok aja beberapa film kartun yang tokoh utamanya Barbie. Hampir bisa dipastikan bahwa di akhir cerita, kisah si Barbie berakhir dengan indah. Hidup di istana, menikah dengan pangeran tampan, yah impian setiap anak perempuan.

Setiap anak perempuan, pasti menginginkan kehidupan seperti Barbie. Mempunyai tubuh yang indah. Wajah yang cantik. Baju-baju bagus. Pangeran tampan yang siap melindunginya. Dan, ah….semua tentang apapun yang dimiliki si Barbie. Tapi, ternyata setelah beranjak dewasa, dia akan mendapati bahwa kehidupan yang sebenarnya tidak melulu tentang keindahan. Dia akan melihat dirinya dalam kaca. rahangnya kurang menonjol, Matanya terlalu sipit, timbul jerawat dimana-mana. Dan untuk standarisasi Barbie, jelas ini tidak cantik. Dan dia harus menyadari bahwa di kehidupan yang sebenarnya, dia bukanlah seorang “Barbie.” Menyakitkan bukan? untuk menutupi kekurangan fisiknya, makanya dia akan berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan baju-baju up to date, sepatu-sepatu, dan aksesoris lainnya . Tapi, justru ini membuatnya semakin tertekan karena dengan membeli semua barang-barang ini, dia harus mengucurkan banyak uang.

Seiring waktu berjalan, dia juga harus dipaksa untuk menerima kenyataan bahwa pangeran yang diharapkan akan meminangnya saat usianya tepat nanti, justru memilih orang lain yang bukan dirinya. Sedangkan orang yang bersedia membersamainya bukanlah setampan pangeran yang ada dalam imajinya. Sekali lagi, dia merasa ditampar kenyataan. Sakit!

Tapi, yang paling menyedihkan adalah bagaimana bila dia nanti tidak akan terlalu kuat untuk menjalani hidupnya. Di dunia yang nyata. Tidak semua hal buruk tiba-tiba menjadi indah seperti dalam kisah Barbie. Kita harus berusaha sungguh-sungguh untuk sekadar merubah keadaan. Kita juga harus berdoa memohon kekuatan diluar kita untuk memudahkan langkah kita. kita harus mampu menerima bahwa kita mungkin tidak terlalu cantik, tidak terlalu popular,dan tidak terlalu smart. Dan Kita harus menyadari bahwa kita manusia, mempunyai kekurangan. Tidak harus selalu menjadi nomor satu.

Dan saya belajar satu hal. Jika saya punya anak perempuan nanti saya tidak akan mendidiknya menjadi seperti Barbie, cukup ajari dia dengan kesederhanaan, seperti orang tua saya selalu mengajarkan kepada saya. Karena dengan belajar kesederhanaan, anak kita jadi mensyukuri apa yang dia punya. Menerima kodrat. Tidak memandang kebahagian, keiindahan hanya berdasarkan fisik semata. Dan pastinya, dia akan tumbuh menjadi seorang gadis yang kuat karena dia harus berusaha untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan dan segera bangkit saat terpuruk. (padahal saat tulisan ini diposting belum ada bayangan sama sekali tentang calon suami…hihihihi)

Rabu, 01 Februari 2012

Menunduk, berpijak pada bumi

Ketika Allah ingin menaikkan derajat seorang mukmin, allah akan mengutus jibril untuk memberi orang tersebut dengan kado berisi cobaan. Dan aku lebih suka menyebut cobaan dengan tempaan. Karena kata “tempaan” mengandung makna yang lebih positif jika dibandingkan dengan kata “cobaan” atau malah “musibah”. Memang jika dirunut menurut pengertiannya, kata “tempaan” mempunyai makna yang berbeda dengan “cobaan” atau “musibah”, tapi bukankah kita akan lebih ikhlas dan lebih mudah jika kita menganggap setiap cobaan yang diberikan Yang Kuasa sebagai tempaan yang membuat kita jauh lebih kuat lagi dari sekarang

Allah sedang ingin aku merasakan kasih sayangNya, makanya aku sekarang mendapatkan kado itu. Awalnya, ada perasaan yang tidak enak. Tidak bisa tidur, tidak terima, ingin marah tapi tak tahu mau marah sama siapa, namun, setelah melewati perunungan, ya…aku terima…ini adalah jawaban dari keinginanku kemarin, aku hanya ingin ditempa hingga aku menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sekarang. Nah, Ingin tau bagaimana aku selalu ingin menyebut ini sebagai tempaan? Begini ceritanya,

Aku memang belum pernah mempunyai anak. Tapi pekerjaanku memaksaku untuk memahami karakter mereka satu persatu.

Tidak banyak memang, hanya 24 biji. Ya…hanya 24 anak dan itu sudah cukup membuatku kewalahan. 24 anak dengan karakter yang berbeda-beda . sifatku yang tidak sabaran harus bekerja ekstra sabar menghadapi malaikat-malaikat kecil ini yang sewaktu-waktu bisa berubah jadi tuyul-tuyul nakal. Hmm…belum lagi kalau ada anak yang tiba-tiba ngambek tidak mau belajar. Dan aku sering kehabisan kata-kata untuk membujuk mereka agar mereka mau belajar lagi. Belum sampai disitu saja, terkadang aku harus menghadapi ambisi-ambisi orang tua mereka. Orang tua terkadang tidak mau tau dengan kemampuan anak mereka, sehingga memberikan target prestasi akademis yang terlampau tinggi untuk dijangkau oleh seorang anak. Anak stress, gurunya bisa lebih stress lagi!

Intervensi orang tua terhadap pengajaran yang aku berikan kepada mereka semakin memojokkanku. Padahal tujuanku sebenarnya baik. Aku hanya ingin malaikat-malaikat kecil itu dapat meningkatkan prestasinya di sekolah. Bukankah sama dengan ekspektasi orang tua mereka?

Masalahnya, seringkali orang lain tidak bisa menangkap maksud baik kita. tapi, aku percaya setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Maka, yang bisa aku lakukan adalah introspeksi sambil berusaha melakukan perbaikan disana-sini. Aku selalu berusaha mendengarkan malaikat-malaikat kecil itu. Berusaha menjadi teman atau kakak. Sama-sama menghilangkan stress dan tekanan dengan tawa.

Seringkali setiap “tempaan” ini datang aku harus selalu berlatih untuk berjiwa besar terhadap apapun, siapapun. Aku sangat bersyukur, karena ini adalah pelajaran baru bagiku. Pelajaran dalam hidup, bahwa kemampuan untuk memahami keinginan orang lain, tidak menjadikan kita sebagai manusia egois dan angkuh. Pelajaran bahwa kita manusia, tidak sempurna. Pelajaran untuk menghargai keunikan setiap karakter yang dimunculkan Allah dalam diri manusia. Pelajaran yang sangat berharga, bahwa seorang anak, dengan berbagai karakternya tetaplah malaikat kecil yang butuh seseorang untuk membersamai langkahnya.

Yah…dan aku terus berdoa sampai sekarang, kuatkan aku Ya Allah untuk mereka. Aku juga meminta…jangan pernah lepaskan aku pada diriku sendiri walau sekejab saja serta tuntunlah aku untuk mengajari malaikat kecilMu….