Kamis, 17 Februari 2011

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya....
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu....
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri


* ) anonim

hanya satu jam, mimpi itu mengurai dengan sendirinya. melepaskan ikatan-ikatan yang beberapa waktu lalu sempat menghimpitku, sakit!
ya, hidup memang seperti ini. terkadang kita harus mengalah. dan mereka, aku tahu mereka mengira aku telah kalah.

kota roma tidak dibangun dalam satu malam bung! dan jalan menuju roma, kita tahu tidak hanya ada satu jalan, darimanapun kita bisa sampai roma, hanya karena bumi diciptakan bulat. itulah mengapa aku begitu berani melepaskan mimpi yang satu ini. aku sangat percaya, kesuksesan tidak akan tercapai hanya dalam semalam. dan setiap orang punya standarisasi kesuksesan mereka sendiri.

karena aku wanita, angan tentang kesuksesanku mungkin lebih sederhana dibandingkan dengan mereka. aku hanya ingin menikmati pendidikan untuk anakku nanti. aku hanya ingin sebentar mengintip dunia luar, bukan untuk aku nikmati, tapi untuk cerita anakku nanti, aku hanya ingin menjaga tubuhku dari nikotin, alkohol, bahkan sabu agar rahimku, tempat anaku tumbuh nanti bersih. ya, aku tidak menuntut apapun dari diriku, kecuali untuk anakku nanti.

tidak peduli dengan wanita jaman sekarang yang menelan mentah-mentah feminisme barat hingga menjajarkan diri mereka sama dengan pria, aku tetap menghargai diriku sendiri sebagai "seorang wanita" dan aku sama sekali tak ingin disejajarkan dengan pria.

bagiku, ketika wanita disejajarkan dengan pria, yang terjadi bukan emansipasi wanita namun "eman-eman si wanita"!

baasyir, Tan Malaka

Sepanjang Perjalanan Republik ini, bukan hal yang aneh ketika republic ini diguncang dengan istilah kudeta. Bentuk Negara Republik yang dulu dianggap pendiri bangsa sebagai jalan tengah untuk menjembatani perbedaan warganya yang multicultural, ternyata belum bisa benar-benar mendamaikan. disadari memang untuk menyatukan pendapat dari beberapa golongan adalah tidak mudah. Sepanjang perjalanan nya, republic kerap diguncang kudeta. Entah itu dari kaum agamis, atau komunis. kaum komunis yang Menggunakan massa sebagai pondasi, beberapa kali mengguncang republic. Pemberontakan komunis terakhir terjadi di tahun 1965. Selepas tahun itu, komunis bubar, atau lebih tepatnya dibubarkan pemerintah! disisi lain, kaum agamis tak mau kalah, Masih ingat pemberontakan DI/TI yang ingin mengganti bentuk Negara menjadi Negara Islam, kini gerakan-gerakan mengatasnamakan Negara Islam mulai bermunculan dengan nama baru. Maka, tidak menjadi dipersalahkan, ketika ada gerakan bawah tanah yang berusaha mengguncang kedaulatan NKRI, kaum agamis dicurigai. Karena, komunis telah diyakini lenyap dari bumi pertiwi.
Lalu, bagaimana Baasyir bisa saya katakan sebagai reinkarnasi Tan Malaka? Bagaimana bisa baasyir yang mempunyai garis islam keras disejajarkan dengan Tan Malaka, yang notebene komunis. Bagaimana bisa kaum agamis disejajarkan dengan kaum yang tidak mengenal Tuhan?
Beberapa waktu yang lalu, media massa santer membicarakan tertangkapnya Baasyir. Baasyir ditangkap, diduga menjadi dalang di balik isu Terorisme yang beberapa tahun memang mengahantui publik. Penangkapan Baasyir bukanlah kali yang pertama, pada tahun 2002, kyai ponpes ngruki ini pernah ditangkap dengan tuduhan yang sama. Namun, akhirnya, Baasyir dilepas karena dugaan polisi tidak terbukti. Begitu juga dengan penangkapan baasyir yang kedua, polri tidak mempunyai bukti yang cukup akurat untuk menjerat baasyir dengan tuduhan otak terorisme. Lalu bagaimana denganTan Malaka? Sedikit menoleh kebelakang, tokoh sayap kiri ini pernah juga dituduh sebagai otak yang membidani kudeta 3 Juli 1946, dengan menculik perdana menteri Sjahrir. Beberapa tahun setelah penahanannya Pemerintah tak punya cukup bukti untuk membuktikan keterlibatannya. Sampai Tan Malaka dinyatakan mati atau hilang, Ia tak pernah diadili.
Penangkapan baasyir di Jawa Barat, penahanan Tan Malaka beberapa tahun silam mencetuskan banyak pertanyaan. Apakah memang birokrat bersikukuh ingin membuktikan keterlibatan kedua tokoh itu dalam beberapa serentetan isu kudeta yang muncul, atau justru kedua tokoh itu hanya dijadikan sebagai tumbal. Birokrat, butuh nama untuk bertanggung jawab atas permasalahan yang dapat menggerogoti persatuan dan kesatuan NKRI ini.