Selasa, 07 Februari 2012

Filosofi Barbie

Barbie. Saya yakin setiap anak perempuan mempunyainya ( termasuk saya…hahahahah). Boneka yang satu ini selalu kelihatan cantik. Berambut indah, berbadan seksi, dan senyum menawan. Perfect! Senyumnya selalu mengisyaratkan pada kita, bahwa dia bahagia mempunyai penampakan seperti itu. Belum percaya kalau si Barbie ini bahagia? Tengok aja beberapa film kartun yang tokoh utamanya Barbie. Hampir bisa dipastikan bahwa di akhir cerita, kisah si Barbie berakhir dengan indah. Hidup di istana, menikah dengan pangeran tampan, yah impian setiap anak perempuan.

Setiap anak perempuan, pasti menginginkan kehidupan seperti Barbie. Mempunyai tubuh yang indah. Wajah yang cantik. Baju-baju bagus. Pangeran tampan yang siap melindunginya. Dan, ah….semua tentang apapun yang dimiliki si Barbie. Tapi, ternyata setelah beranjak dewasa, dia akan mendapati bahwa kehidupan yang sebenarnya tidak melulu tentang keindahan. Dia akan melihat dirinya dalam kaca. rahangnya kurang menonjol, Matanya terlalu sipit, timbul jerawat dimana-mana. Dan untuk standarisasi Barbie, jelas ini tidak cantik. Dan dia harus menyadari bahwa di kehidupan yang sebenarnya, dia bukanlah seorang “Barbie.” Menyakitkan bukan? untuk menutupi kekurangan fisiknya, makanya dia akan berusaha sekeras mungkin untuk mendapatkan baju-baju up to date, sepatu-sepatu, dan aksesoris lainnya . Tapi, justru ini membuatnya semakin tertekan karena dengan membeli semua barang-barang ini, dia harus mengucurkan banyak uang.

Seiring waktu berjalan, dia juga harus dipaksa untuk menerima kenyataan bahwa pangeran yang diharapkan akan meminangnya saat usianya tepat nanti, justru memilih orang lain yang bukan dirinya. Sedangkan orang yang bersedia membersamainya bukanlah setampan pangeran yang ada dalam imajinya. Sekali lagi, dia merasa ditampar kenyataan. Sakit!

Tapi, yang paling menyedihkan adalah bagaimana bila dia nanti tidak akan terlalu kuat untuk menjalani hidupnya. Di dunia yang nyata. Tidak semua hal buruk tiba-tiba menjadi indah seperti dalam kisah Barbie. Kita harus berusaha sungguh-sungguh untuk sekadar merubah keadaan. Kita juga harus berdoa memohon kekuatan diluar kita untuk memudahkan langkah kita. kita harus mampu menerima bahwa kita mungkin tidak terlalu cantik, tidak terlalu popular,dan tidak terlalu smart. Dan Kita harus menyadari bahwa kita manusia, mempunyai kekurangan. Tidak harus selalu menjadi nomor satu.

Dan saya belajar satu hal. Jika saya punya anak perempuan nanti saya tidak akan mendidiknya menjadi seperti Barbie, cukup ajari dia dengan kesederhanaan, seperti orang tua saya selalu mengajarkan kepada saya. Karena dengan belajar kesederhanaan, anak kita jadi mensyukuri apa yang dia punya. Menerima kodrat. Tidak memandang kebahagian, keiindahan hanya berdasarkan fisik semata. Dan pastinya, dia akan tumbuh menjadi seorang gadis yang kuat karena dia harus berusaha untuk mendapatkan apapun yang dia inginkan dan segera bangkit saat terpuruk. (padahal saat tulisan ini diposting belum ada bayangan sama sekali tentang calon suami…hihihihi)

2 komentar:

  1. mb sudah berencana mo mbeliin haniya barbie..trus kain sama alat jahit..
    haniya mo mb ajari mbuat baju barbie sendiri.. hehe.. sekalian ibunya main, gitu.. wkwk

    *mb sonia pake ID suami

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe...beliin haniya boneka unyil aja mbk..biar dia belajar tentang indonesia..hihihihi...

      Hapus

semangat