Rabu, 01 Februari 2012

Menunduk, berpijak pada bumi

Ketika Allah ingin menaikkan derajat seorang mukmin, allah akan mengutus jibril untuk memberi orang tersebut dengan kado berisi cobaan. Dan aku lebih suka menyebut cobaan dengan tempaan. Karena kata “tempaan” mengandung makna yang lebih positif jika dibandingkan dengan kata “cobaan” atau malah “musibah”. Memang jika dirunut menurut pengertiannya, kata “tempaan” mempunyai makna yang berbeda dengan “cobaan” atau “musibah”, tapi bukankah kita akan lebih ikhlas dan lebih mudah jika kita menganggap setiap cobaan yang diberikan Yang Kuasa sebagai tempaan yang membuat kita jauh lebih kuat lagi dari sekarang

Allah sedang ingin aku merasakan kasih sayangNya, makanya aku sekarang mendapatkan kado itu. Awalnya, ada perasaan yang tidak enak. Tidak bisa tidur, tidak terima, ingin marah tapi tak tahu mau marah sama siapa, namun, setelah melewati perunungan, ya…aku terima…ini adalah jawaban dari keinginanku kemarin, aku hanya ingin ditempa hingga aku menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sekarang. Nah, Ingin tau bagaimana aku selalu ingin menyebut ini sebagai tempaan? Begini ceritanya,

Aku memang belum pernah mempunyai anak. Tapi pekerjaanku memaksaku untuk memahami karakter mereka satu persatu.

Tidak banyak memang, hanya 24 biji. Ya…hanya 24 anak dan itu sudah cukup membuatku kewalahan. 24 anak dengan karakter yang berbeda-beda . sifatku yang tidak sabaran harus bekerja ekstra sabar menghadapi malaikat-malaikat kecil ini yang sewaktu-waktu bisa berubah jadi tuyul-tuyul nakal. Hmm…belum lagi kalau ada anak yang tiba-tiba ngambek tidak mau belajar. Dan aku sering kehabisan kata-kata untuk membujuk mereka agar mereka mau belajar lagi. Belum sampai disitu saja, terkadang aku harus menghadapi ambisi-ambisi orang tua mereka. Orang tua terkadang tidak mau tau dengan kemampuan anak mereka, sehingga memberikan target prestasi akademis yang terlampau tinggi untuk dijangkau oleh seorang anak. Anak stress, gurunya bisa lebih stress lagi!

Intervensi orang tua terhadap pengajaran yang aku berikan kepada mereka semakin memojokkanku. Padahal tujuanku sebenarnya baik. Aku hanya ingin malaikat-malaikat kecil itu dapat meningkatkan prestasinya di sekolah. Bukankah sama dengan ekspektasi orang tua mereka?

Masalahnya, seringkali orang lain tidak bisa menangkap maksud baik kita. tapi, aku percaya setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Maka, yang bisa aku lakukan adalah introspeksi sambil berusaha melakukan perbaikan disana-sini. Aku selalu berusaha mendengarkan malaikat-malaikat kecil itu. Berusaha menjadi teman atau kakak. Sama-sama menghilangkan stress dan tekanan dengan tawa.

Seringkali setiap “tempaan” ini datang aku harus selalu berlatih untuk berjiwa besar terhadap apapun, siapapun. Aku sangat bersyukur, karena ini adalah pelajaran baru bagiku. Pelajaran dalam hidup, bahwa kemampuan untuk memahami keinginan orang lain, tidak menjadikan kita sebagai manusia egois dan angkuh. Pelajaran bahwa kita manusia, tidak sempurna. Pelajaran untuk menghargai keunikan setiap karakter yang dimunculkan Allah dalam diri manusia. Pelajaran yang sangat berharga, bahwa seorang anak, dengan berbagai karakternya tetaplah malaikat kecil yang butuh seseorang untuk membersamai langkahnya.

Yah…dan aku terus berdoa sampai sekarang, kuatkan aku Ya Allah untuk mereka. Aku juga meminta…jangan pernah lepaskan aku pada diriku sendiri walau sekejab saja serta tuntunlah aku untuk mengajari malaikat kecilMu….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semangat