Senin, 04 Februari 2013

antara korupsi dan politik penyangkalan (sapi).

Tulisan ini diilhami dari sebuah kasus yang sedang hangat dibicarakan di media massa akhir-akhir ini. sebuah partai yang diyakini(dan saya yakini juga) bersih, diduga terlibat skandal korupsi impor daging sapi. awalnya, saya hanya mengikuti perkembangan pemberitaannya saja. tetapi, akhirnya saya jadi ikut prihatin. bukan karena kasus korupsi yang sedang dituduhkan terhadap presiden partai itu, (well korupsi bukalah hal yang baru di Indonesia) hanya saja, saya melihat dampak dari peristiwa ini, sepertinya sangat menghantam kader-kadernya. yang lebih membuat saya semakin sedih, akhir-akhir ini, di jejaring sosial banyak sekali kader dari partai tersebut yang seperti tidak terima terhadap tuduhan tersebut dan melakukan semacam "politik penyangkalan,".

Padahal ini kasus korupsi dalam negri, tetapi mereka mengkaitkannya dengan adanya intervensi dari gerakan zionis. saya melihat wawancara Hidayat Nur wahid di tvone yang menjelaskan tentang bagaimana awalnya, kenapa kasus ini dikaitkan dengan adanya gerakan zionis, tapi, tetap saja, bagi saya ini masih terlihat sangat kabur. saya rasa, dari pada berteori, lebih baik mengedepankan bukti. lagipula, teori "zionis" itu terdengar sangat kuno bagi saya. maaf. zionisme adalah sebuah kata yang mungkin sangat ampuh untuk digunakan sebagai indoktrinasi internal mereka. tapi, mungkin ini tidak mempan bagi masyarakat awam. yang dibutuhkan untuk sekadar melakukan "pemutihan" nama partai ini, bukan seperti itu.

Saya sudah sering mendengar, bahkan jauh sebelum kasus ini mencuat, kader-kader tersebut bahkan juga mengatakan bahwa media tertentu adalah antek zionis. well, kita semua sudah tahu bagaimana media di Indonesia. dan saya rasa, media juga tidak pantas untuk dijadikan sebagai kambing hitam. saya tidak mengatakan bahwa pemberitaan media juga seluruhnya benar, tetapi barangkali, juga tidak seluruhnya salah. di mata saya, kader patai ini justru terlihat seperti ingin membalas serangan lawan. (Padahal,jika tidak salah di salah satu ayat al-Qur'an, ada yang menyatakan bahwa, kita boleh membalas perbuatan jahat yang dilakukan orang lain terhadap kita, asalkan pembalasannya sama dengan kejahatannya. tetapi, akan lebih bijak jika kita membalas dengan kebaikan, dan allah juga menjanjikan pahala bagi orang-orang yang berbuat baik. lantas kenapa, ketika terjadi musibah dan merasa dizolimi mereka justru memilih untuk melakukan hal-hal ini? )

Padahal korupsi bukan harus dipahami dengan seperti ini. saya percaya, orang-orang yang dituduhkan bersalah dan diseret KPK itu bisa jadi tidak selamanya salah. saya tidak hendak membela mereka-para koruptor. tapi percayalah, bahwa korupsi di negara kita bisa jadi bukan merupakan satu-satunya "keinginan" para koruptor. korupsi sudah membudaya. sudah mnjadi sebuah kebiasaan para pejabat. sudah sangat tersistem. jadi, ketika salah satu komponen dari sistem itu terjerat dalam korupsi, bisa jadi dan bisa dipastikan komponen yang lain pun akan ikut terseret, walaupun mungkin komponen yang ikut terseret itu tidak melakukan korupsi. jadi, seandainya saya boleh meberikan pengadandaian,ketika kita ingin membasmi korupsi di Indonesia sama saja membasmi budaya yang terlanjur melekat dalam kebiasaan masyararakat sehari-hari. sehingga hal ini sangat sulit dilakukan. saya memberikan contoh misalnya saja dalam budaya islam, ketika kita ingin memurnikan ajaran islam, dan meninggalkan tradisi-tradisi yang tidak ada dalam islam tetapi sudah terlanjur lekat. sebuah kebiasaan dan tradisi yang sudah menjadi budaya, biasanya akan memiliki masyarakat pendukung. untuk menghilangkan kebudayaan yang dirasa "kurang baik" ini, biasanya kita akan berhadapan dengan masyarakat pendukungnya. begitupun juga korupsi. tetapi, seringklai, korupsi di Indonesia dipahami sebagai sebuah penyimpangan yang dilakukan secara individu ataupun kelompok, padahal jika mau jujur, korupsi di Indonesia sudah menjelma menjadi sebuah kebiasaan yang sudah membudaya.

Mengenai masalah "sapi" ini, jika saya boleh memberikan saran, daripada terus melakukan politik penyangkalan, akan lebih baik jika kader menerima secara legowo. toh ini juga masih belum terbukti. tetapi jika hal yang paling buruk terjadi, yah paling tidak, kasus ini sebagai sebuah bahan introspeksi.

Jangan khawatir, diantara sekian banyak partai yang ada di Indonesia, saya masih menaruh simpati terhadap partai ini. tetapi jujur, kasus ini sedikit banyak menghitamkan citra partai ini dalam pemikiran saya. bukan masalah korupsinya, tetapi politik penyangkalan yang telah dilakukan kader-kadernya.

2 komentar:

  1. nah, kalo soal ini Rika, wajar saja para kader partai itu ramai melakukan pembelaan.

    Karena memang partai itu (secara keseluruhan adalah manhaj nya) sudah melekat di kehidupan kader2nya..

    Soal menyerahkan pada hukum,
    Pengadilan memang belum membuktikan. Tapi sangsi sosial, media sudah begitu kejamnya..

    Ingatkah kita pada kasus Antasari Azhar?
    Bisakah kalimat "dikembalikan pada hukum" itu berlaku lagi?

    Mengingat, betapa tragedinya drama Willyardi Wizard yang mengaku dipaksa untuk mengkriminalisasikan Antasari lewat BAP palsu, lalu bukti2 yang tidak valid.. sekarang? Antasari tetap dipenjara,.


    Jadi, ya, pembelaan untuk mengkounter isu media itu secara naluri memang wajar. Dan kadang masyarakat awam juga perlu mendapat berita berimbang, melihat media yg terlalu bernafsu mengeksplor narasumber2 anonim...
    Bagi mbak ini sungguh keji..

    Insya Allah kebenaran akan terungkap, kalopun tidak di dunia tapi di akhirat nanti... :)

    BalasHapus
  2. Soal menyerahkan pada hukum,
    Pengadilan memang belum membuktikan. Tapi sangsi sosial, media sudah begitu kejamnya..

    Ingatkah kita pada kasus Antasari Azhar?
    Bisakah kalimat "dikembalikan pada hukum" itu berlaku lagi?

    Mengingat, betapa tragedinya drama Willyardi Wizard yang mengaku dipaksa untuk mengkriminalisasikan Antasari lewat BAP palsu, lalu bukti2 yang tidak valid.. sekarang? Antasari tetap dipenjara,.


    Jadi, ya, pembelaan untuk mengkounter isu media itu secara naluri memang wajar. Dan kadang masyarakat awam juga perlu mendapat berita berimbang, melihat media yg terlalu bernafsu mengeksplor narasumber2 anonim...
    Bagi mbak ini sungguh keji..

    Insya Allah kebenaran akan terungkap, kalopun tidak di dunia tapi di akhirat nanti... :)

    BalasHapus

semangat