Kamis, 17 Februari 2011

baasyir, Tan Malaka

Sepanjang Perjalanan Republik ini, bukan hal yang aneh ketika republic ini diguncang dengan istilah kudeta. Bentuk Negara Republik yang dulu dianggap pendiri bangsa sebagai jalan tengah untuk menjembatani perbedaan warganya yang multicultural, ternyata belum bisa benar-benar mendamaikan. disadari memang untuk menyatukan pendapat dari beberapa golongan adalah tidak mudah. Sepanjang perjalanan nya, republic kerap diguncang kudeta. Entah itu dari kaum agamis, atau komunis. kaum komunis yang Menggunakan massa sebagai pondasi, beberapa kali mengguncang republic. Pemberontakan komunis terakhir terjadi di tahun 1965. Selepas tahun itu, komunis bubar, atau lebih tepatnya dibubarkan pemerintah! disisi lain, kaum agamis tak mau kalah, Masih ingat pemberontakan DI/TI yang ingin mengganti bentuk Negara menjadi Negara Islam, kini gerakan-gerakan mengatasnamakan Negara Islam mulai bermunculan dengan nama baru. Maka, tidak menjadi dipersalahkan, ketika ada gerakan bawah tanah yang berusaha mengguncang kedaulatan NKRI, kaum agamis dicurigai. Karena, komunis telah diyakini lenyap dari bumi pertiwi.
Lalu, bagaimana Baasyir bisa saya katakan sebagai reinkarnasi Tan Malaka? Bagaimana bisa baasyir yang mempunyai garis islam keras disejajarkan dengan Tan Malaka, yang notebene komunis. Bagaimana bisa kaum agamis disejajarkan dengan kaum yang tidak mengenal Tuhan?
Beberapa waktu yang lalu, media massa santer membicarakan tertangkapnya Baasyir. Baasyir ditangkap, diduga menjadi dalang di balik isu Terorisme yang beberapa tahun memang mengahantui publik. Penangkapan Baasyir bukanlah kali yang pertama, pada tahun 2002, kyai ponpes ngruki ini pernah ditangkap dengan tuduhan yang sama. Namun, akhirnya, Baasyir dilepas karena dugaan polisi tidak terbukti. Begitu juga dengan penangkapan baasyir yang kedua, polri tidak mempunyai bukti yang cukup akurat untuk menjerat baasyir dengan tuduhan otak terorisme. Lalu bagaimana denganTan Malaka? Sedikit menoleh kebelakang, tokoh sayap kiri ini pernah juga dituduh sebagai otak yang membidani kudeta 3 Juli 1946, dengan menculik perdana menteri Sjahrir. Beberapa tahun setelah penahanannya Pemerintah tak punya cukup bukti untuk membuktikan keterlibatannya. Sampai Tan Malaka dinyatakan mati atau hilang, Ia tak pernah diadili.
Penangkapan baasyir di Jawa Barat, penahanan Tan Malaka beberapa tahun silam mencetuskan banyak pertanyaan. Apakah memang birokrat bersikukuh ingin membuktikan keterlibatan kedua tokoh itu dalam beberapa serentetan isu kudeta yang muncul, atau justru kedua tokoh itu hanya dijadikan sebagai tumbal. Birokrat, butuh nama untuk bertanggung jawab atas permasalahan yang dapat menggerogoti persatuan dan kesatuan NKRI ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

semangat